Tulisan kedua merupakan lanjutan
dari part 1 mengenai cerita perjalanan menyibak cerita dibalik nama besar Kerajaan
Majapahit. Pada cerita kali ini saya akan menceritakan sedikit tentang
perjalanan mengenang masa masa kejayaan Majapahit menguasai nusantara dengan
menulusuri peninggalannya yang banyak tersebar di daerah Trowulan, Kota
Mojokerto, Jawa Timur. Disini saya tidak akan membahas secara detail mengenai
sejarah berdiri maupun runtuhnya Kerajaan Majapahit melainkan saya mencoba
memberikan referensi berwisata sambil lebih mengenal sejarah besar Majapahit.
Setelah kami mengunjungi Candi
Brahu (Cerita lengkap bisa dilihat di Part 1), kami melanjutkan perjalanan
kembali, berkendara 5 menit kami melihat situs candi gentong disebelah kiri
jalan. Situs ini berada di tengah tengah persawahan yang mulai menghijau. Dinamakan
Candi Gentong karena candi tersebut tertimbun oleh tanah menggunung yang
akhirnya membentuk menyerupai Gentong (tempat air). Saat pertama kalo candi ini
ditemukan kondisinya memang sudah berantakan. Dan sebenarnya tidak ada makna
atau fenomena khusus yang terjadi pada candi ini. Namun keunikan Candi Gentong tak hanya dari
bentuknya yang terkesan berantakan saja. Dinaunginya candi oleh bangunan
berbentuk pendopo dengan atap yang terbuat dari seng, Candi Gentong kini justru
terlihat makin misterius saja. Tetapi karena waktu yang terbatas kami hanya
sekilas melihat situs ini dari dalam kendaraan dan kamipun melanjutkan
perjalanan menuju Museum Trowulan.
Candi Gentong Yang Rusak
-- Museum Trowulan --
Museum Trowulan ini adalah sebuah
pusat pengumpulan benda benda bersejarah dari Kerajaan Majapajit yang telah
ditemukan. Ribuan koleksi mulai dari mata uang, perhiasan lampu, alat musik, senjata perang, dan peralatan keagamaan, situs sumur purba, dan bahkan spesimen rumah purba atau pondasi rumah peninggalan majapahit terdapat di komplek museum ini. Trowulan diyakini sebagai pusat pemerintahan Majapahit, terbukti di areal museum ini terdapat situs pemukiman penduduk yang terbuat dari batu bata merah.
Situs Pemukiman Majapahit
Didepan halaman museum ada larangan tertulis di plakat yang harus diperhatikan pengunjung yaitu dilarang merusak, mengambil, mengubah bentuk/warna, memugar, merusak benda cagar budaya. Ini aturan yang benar
benar harus kita taati, walaupun tanpa peringatan seperti ini pun kita seharusnya
dengan kesadaran diri seharusnya tetap melestarikan peninggalan bersejarah yang
terdapat di tempat ini dan dilain tempat.
Di dalam Museum
Arca Garuda Wisnu Kencana
Arca Muka Hilang
Tetapi ada 1 hal yang sangat mengganjal dihati adalah dilarang memotret
di areal museum ini, aturan yang sangat mengekang bagi para traveler seperti
kami, dan dengan berat hati kamipun harus mematuhinya dengan konsekuensi tidak
ada dokumentasi di Museum ini. Tapi tangan yang mulai gatal tidak bisa di
kompromi, dan akhirnya kamipun dengan diam diam mengambil gambar walaupun hanya
3-5 gambar saja.
Didepan Situs
-- Kolam Segaran --
Persis di depan Museum Trowulan
ini terdapat situs Kolam Segaran. Sekilas seperti waduk biasa jika kita
melintas tetapi dibalik air yang tenang di waduk ini terdapat sebuah cerita
pada masa Kerajaan Majapahit. Pada masa saya masih kecil dahulu sering
mendengar cerita dari kakek dan ayah sebuah cerita tentang kolam seperti ini, Konon
ada mitos atau legenda tentang kolam Segaran yang merupakan bangunan kolam kuno
terluas di Indonesia ini, bahwa pada jaman
pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengadakan pesta besar karena
kedatangan tamu besar dari Tiongkok, angkatan perang negeri Tartar. Raja
menyuguhkan hidangan dengan perkakas dari emas, mulai nampan, piring sampai
sendok. Para tamu puas dan menilai, Majapahit memang negara besar yang patur
dihormati. Setelah pesta usai, sebelum para tamu pulang, Hayam Wuruk ingin
memperlihatkan kekayaan Kerajaan yang terkenal sebagai negeri gemah ripah loh
jinawi. Semua perkakas dari emas itu dibuang ke Kolam Segaran, tempat dimana
pesta itu dilangsungkan. Dan di dalam kolam tersebut telah terpasang jarring yang
berguna untuk mengangkat kembali perkakas yang telah dibuang tadi. Sebuah cerita
yang menarik yang masih saya ingat hingga dewasa ini.
Kolam Segaran
-- Pendopo Agung --
Tujuan Selanjutnya adalah Pendopo
Agung, berjarak 10 menit berkendara dari Kolam Segaran. Bangunan ini dulunya
berupa penemuan umpak-umpak besar yang diduga sisa dari sebuah bangunan pendapa
agung, tempat raja Majapahit menemui tamu-tamu kerajaan, letaknya juga di dekat
Kolam Segaran. Sekarang lokasi ini sudah dipugar oleh pihak Kodam V Brawijaya
menjadi bangunan pendapa yang nyaman untuk dikunjungi.
Pendopo Agung
Mahapatih Gajah Mada
Konon dahulu kala ini adalah
pusat dari Kerajaan Majapahit, di belakang pendapa ini terdapat sebuah batu
miring yang konon tempat Mahapatih Gajah Mada mengikrarkan janji Sumpah Palapa.
Yang berbunyi seperti ini, Teks lengkap Sumpah Palapa Gajah Mada, menurut kitab
Pararaton.
“Lamun huwus kalah nusantara isun
amukti palapa,
lamun kalah ring Gurun, ring Seran,
Tanjung Pura, ring Haru,
ring Pahang, Dompo,
ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,
samana isun amukti
palapa.”
Isinya menyatakan bahwa Gajah
Mada tidak akan berhenti berpuasa sampai seluruh kerajaan yang namanya disebut
dalam sumpah itu dipersatukan dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Tempat Pembacaan Sumpah Palapa
Sungguh mulia keinginan Mahapatih
Gajah Mada ini, ingin mempersatukan seluruh negeri ini. Kata Nusantara pun
hingga saat ini masih dipergunakan. Dan bahkan Bendera kebangsaan kita Merah
Putih ini adalah bendera dari Kerajaan Majapahit. pada masa kejayaan Kerajaan
Majapahit, menunjukkan bahwa putri Dara Jingga dan Dara Perak yang dibawa oleh
tentara Pamelayu juga mangandung unsur warna merah dan putih (jingga=merah, dan
perak=putih). Tempat raja Hayam Wuruk bersemayam, pada waktu itu keratonnya
juga disebut sebagai keraton merah – putih, sebab tembok yang melingkari
kerajaan itu terdiri dari batu bata merah dan lantainya diplester warna putih.
Empu Prapanca pengarang buku Negarakertagama menceritakan tentang digunakannya
warna merah – putih pada upacara kebesaran Raja Hayam Wuruk.
Berjalan kebelakang areal Pendopo kita akan menemui sebuah bangunan yang tertutup di tengah areal makam makam kuno. Disini adalah tempat dimana Raden Wijaya (Raja pertama Majapahit) sering melakukan meditasi dan hingga saat ini dijadikan sebuah petilasan. Tidak jauh dari petilasan ini juga merupakan tempat dimana dibacakannya Sumpah Amukti Palapa.
Petilasan Raden Wijaya
Daftar Raja Raja Majapahit
-- Candi Tikus --
Candi terletak pada posisi paling
jauh dari semua situs trowulan, Dinamakan tikus oleh penduduk setempat karena
pada saat ditemukan dan dilakukan penggalian dahulu konon merupakan sarang
tikus. Komplek candi terawat dengan baik dan bersih. Kita diwajibkan membayar
tiket masuk seikhlasnya saja.
Menurut para ahli Candi Tikus
merupakan pertitaan tempat mandi keluarga para raja, tapi dilain informasi ini
hanyalah tempat penampungan air warga sebelum dialirkan ke kanal kanal purba
pada masa itu, dan sekaligus tempat pemujaan karena bentuk candi yang berbentuk
meru. Seluruh bangunan candi terbuat dari batu bata merah. Terdapat juga air
mancur yang menempel memutar di dinding candi dan anak tangga untuk menuju ke
bawah di pertitaan.
Karena keterbatasan waktu kami akhirnya mengakhiri perjalanan ini, sebenarnya masih sangat banyak situs yang belum kami kunjungi diantaranya Candi Bajang Ratu, Minak Jinggo, Makam Raja Raja Troloyo dan lain lain. Tentu di lain waktu kami akan segera kembali dan merangkai cerita cerita yang terputus pada hari ini, Tetapi Sebagian tempat yang kami kunjungi telah sedikit dapat menyibak cerita akan Kebesaran Majapahit hingga Nusantara pada saat ini. Semoga sedikit cerita ini bisa menjadikan kita semua tidak melupakan sejarah dari sebuah Negeri yang besar ini. Sekian.
Ditulis Oleh : Pradikta Kusuma
3 komentar
cedake kolam segaran ono warung penyetan wader uenak
ReplyDeleteIyo mas ngerti, tapi durung sempet nyoba
DeleteLangsung pusing abis baca sejarah-sejarahan :(
ReplyDelete