Pagi hari itu tepat diperingatinya
perayaan imlek di Negeri ini yang ditandai dengan adanya libur nasional, kami
tim pendaki cepat lelah lemes letoy sedang berada di kota Salatiga. 12 orang
pendaki yang terdiri dari Saya sendiri, Rendi, Fauzan, Bambang, Rangga, Dino,
Argo, Jundi, Adrid, Dinna, Isti, Fita telah menempuh ratusan kilo dan berjam
jam perjalanan dari ibukota Jakarta. Di hari imlek ini kami telah berencana
untuk mendaki Gunung Merbabu.
Sebelum membaca cerita perjalanan kami yang lengkap, alangkah asiknya jika melihat sebentar video pendek perjalanan kami menggapai Badai di Gunung Merbabu. Tinggal klik dan nikmatilah.
Banyak orang orang berkata jika
bulan januari adalah bulan waktunya para pendaki beristirahat karena cuaca
tidak mendukung dan lumayan berbahaya. Sebelum hari ini pun Kami sendiri sempat
bimbang apakah akan tetap menapaki kemiringan Lereng Merbabu ataukah hanya
berwisata ke Jogjakarta. Bahkan pada saat H-2 pun saya sangat bimbang untuk
mendaki dikarenakan banyak cerita cerita miring terhadap pendaki gunung yang
kecelakaan karena cuaca yang buruk. Apalagi tim pendakian kali ini terdapat
banyak wanita dan ada beberapa yang baru berkecimpung dalam dunia pendakian
gunung. Tetapi setelah pertimbangan dari tim pendakian ini akan tetap menuju
Basecamp pendakian dengan beberapa rencana cadangan. Jadi jika cuaca mendukung
kami akan tetap mendaki Merbabu dan jika sedang badai maka kami akan segera
turun dan melanjutkan perjalanan menuju Jogjakarta.
Setelah beberapa saat melepas lelah
di Terminal tingkir Salatiga, Pak Tono salah satu pengelola Basecamp Cunthel
pun menjemput kami dengan kendaraan pick up. Tanpa banyak membuang waktu
kamipun segera mengangkat keril dan menaiki pick up satu persatu. Pak tono pun
langsung menekan pedal gas. Pendakian Merbabu ada beberapa jalur pendakian resmi
yang sering dilalui yaitu Cunthel, Thekelan, Wekas, dan Selo. Untuk menuju
basecamp Cunthel ada beberapa alternatif kendaraan yang bisa dipergunakan. Yang
pertama kita bisa menuju ke kota Salatiga dan turun di pertigaan pasar sapi
kemudian oper dengan minibus / elf menuju Kopeng atau wana wisata umbul songo,
dari sini kita bisa menaiki ojek hingga ke Basecamp Cunthel. Tapi jika tidak
mau repot langsung saja charter elf yang ada di terminal atau bisa menghubungi
Pak Tono (0813 – 2592 - 2700)
Sekitar 30 menit perjalanan kami
pun sampai di Basecamp Cunthel. Sekilas pos ini cukup terawatt dengan bangunan
yang bagus dan menurut saya cukup lengkap karena disini pun kita dapat memesan
kopi serta makanan sebagai pengganjal perut. Kitapun dapat membeli souvenir pendakian
merbabu sebagai cindera mata berupa stiker, kaos, dan emblem. Cukup lama kami
beristirahat di basecamp ini karena kita masih harus menunggu kedatangan 3
teman kami yaitu Mbak Dwi, Tanty dan Wulan. Mereka berangkat menggunakan bus
dari bekasi dikarenakan kehabisan tiket kereta dan dalam perjalanan pun meraka
terjebak kemacetan. Setelah menunggu hampir 4 jam wanita wanita tangguh ini pun
Nampak. Tampak keceriaan diwajah mereka, tak membuang waktu lama mereka pun
langsung mengajak kami semua untuk segera melakukan pendakian. Sedikit
terbersit pertanyaan dalam hati apa mereka kuat untuk perjalanan kali ini?,
karena mereka baru saja melakukan perjalanan sangat panjang dari bekasi.
Akhirnya kita pun berangkat tepat
setelah ashar. Doa bersama pun kami panjatkan ditengah awan mendung yang
menggelayut di atas kami. Tapi semua itu tak menyurutkan niat kami untuk
melangkah sore itu. Perlengkapan tempur menggahadapi hujan pun kami pakai mulai
dari Jas hujan, rain cover dan payung. “Bebas Polioooo.. Woyoooo “ teriakan
semangat kami memecah keheningan basecamp cunthel. Kami pun segera melangkah
dan seperti biasa aku akan menjadi penyapu ranjau dengan berjalan pada baris
paling belakang, padahal ini cuman alasan karena fisik yang memang
lemah..hahaha.
Trek awal kita mengikuti jalan di
tengah perkampungan hingga kita menembus ladang sayuran. Trek dari awal akan
terus menanjak, memang yang namanya gunung ya pasti akan menanjak. Trek
pendakian sudah sangat jelas jadi jangan khawatir untuk tersesat. Setelah
berjalan 45 menit kita akan tiba di pos bayangan 1. Di pos ini terdapat
bangunan permanen yang dapat digunakan untuk beristirahat dan berteduh jika
cuaca sedang hujan. Lanjut perjalanan kembali dengan trek yang masih menanjak
di tengah hutan hutan pinus. Disini kabut tebal mulai menyerang dengan sedikit
perasaan was was jika terjadi hujan deras. Tetapi untung hanya gerimis yang
menemani kita sampai di pos bayangan 2.
Pos bayangan 2 ini merupakan
dataran sempit yang mungkin hanya mampu memuat 3 tenda dan terdapat sebuah bak
penampungan air. Namun sayang pada waktu kami kesana bak penampungan sedang
kosong dan terkesan tak terawat. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 5,
beristirahat kurang lebih sekitar 15 menit kami pun melanjutkan perjalanan.
Selepas pos 2 ini jalanan semakin menyempit dan semakin menanjak. Kita harus
berhati hati melangkah apalagi pada saat hujan turun dikarenakan trek berupa
tanah merah. Cukup disayangkan karena yang kurang memungkinkan maka kamera saya tetap berada di peraduannya, dan saya pun tampak kehilangan mood untuk mengambil gambar.
Sekitar 1 jam lebih kami akhirnya tiba di Pos 1. Saat tiba pun matahari tampak sudah semakin redup sinarnya. Di pos ini kami beristirahat cukup lama untuk memulihkan tenaga sebelum bertempur melalui trek di tengah balutan gelap malam. Di pos ini pun saya berdoa agar semua anggota tim diberi kekuatan, keselamatan dan kami diberikan cuaca yang baik. Yang paling saya khawatirkan sebelumnya adalah terjangan badai. Semoga ini tidak terjadi mala mini, akhir kata kata doa saya.
Kami melanjutkan perjalanan kembali
dengan diterangi sinar cahaya headlamp yang kami gunakan. Bergerak perlahan
menerjang tanjakan yang cukup curam. Di tengah perjalanan yang saya rasakan
adalah hembusan angin yang semakin kuat dari sebelumnya, dan disini pun saya
semakin was was. Ditambah lagi si Wulan mulai Nampak kelelahan dan sering
terhenti di tengah perjalanan. Saya pun semakin khawatir ketika hujan mulai
turun ditemani dengan kabut dan angin yang semakin kencang berhembus. Cahaya
senter pun saya perkirakan hanya dapat menembus kabut dengan jarak pandang 5
meter, doa pun terus saya panjatkan sembari memberi semangat teman teman yang
ada di depan saya agar lebih mempercepat langkah. Karena di saat kehujanan ini
kami berada di trek yang terbuka tanpa pepohonan, sangat rawan sebenarnya
berjalan di tengah padang rumput terbuka saat hujan badai sedang menerjang.
Tetapi dalam doa saya terus berucap agar kami selalu diberi keselamatan.
Benar saja tak begitu lama hujan badai semakin ganas
menerjang kami. Bahkan angin tampak meraung raung memperingatkan akan kejamnya
dia. Untuk pertama kalinya saya merasakan rasa takut di tengah keganasan alam
seperti ini, apakah kami dapat bertahan atau tidak. Terus bergerak di tengah
badai akhirnya sinar senter kami menyinari plang bertuliskan Pos 2. Akhirnya
kami menemui tanah lapang yang dapat kami dirikan tenda untuk sekedar berteduh.
Namun sayang keadaan saat itu sudah banyak tenda yang berdiri, kami sempat
kebingungan mencari tempat mendirikan tenda. Tapi keadaan alam yang memaksa
kita untuk berpikir cepat akhirnya di tanah miring, semak semak, bebatuan, 5
tenda kami pun berdiri. Setelah pembagian tenda telah selesai dengan prioritas
anggota wanita terlebih dahulu. Raungan angin malam itu sangat menggetarkan
nyali kami yang meringkuk di dalam tenda. Tenda bergetar hebat, bahkan saya
sempat takut jikalau tenda kami terbang kesapu angin, hahaha. Ditengah raungan
angin pun kami terlelap di tengah kelelahan dan kedinginan yang mendera.
Deru angin tetap terdengar hebat
disaat mata saya terbuka, terpikir diluar masih hujan badai seperti semalam. Tetapi
sayup sayup terdengar teriakan rendi yang menyuruh saya segera bangun dan
keluar tenda. Segera saya keluar tenda dan seketika saya disambut dengan udara
dingin bercampur hembusan keras angin. Brrrrrrrrr…dingin sekali pagi itu. Tampak
di ujung jurang teman teman saya berkumpul dan memandang lurus kedepan. Saya segera
menuju mereka dan saya pun terperangah dengan pemandangan pagi yang
menakjubkan.
Pagi Yang Menakjubkan |
Tampak di seberang sana Gunung
Sumbing dan Sindoro yang berdiri gagah dan seakan member salam selamat pagi
kepada kami semua di lereng Merbabu ini. Disebelah kanan tampak gunung Andong
dengan bentuknya yang khas dan Gunung Telomoyo tampak mengintip di rerimbunan
Pos 2 ini. Pagi yang sangat cerah, berbeda dengan cuaca malam kemarin namun yang
sama hanya angin tetap berhembus kencang semenjak badai kemarin. Cukup lama
momen pagi ini kami nikmati, kami berfoto foto narsis di lereng jalur cunthel
ini.
Di tengah hembusan angin ini perut
pun terasa keroncongan, akhirnya peralatan masak kami keluarkan untuk segera
memasak logistik kami yang belum sempat kami masak. Kompor pun kami letakkan di
antara tenda agar terlindung dari hembusan angin. Tak beberapa lama masakan pun
telah tersaji dan langsung acara santap makanan dilangsungkan. Sungguh terasa
nikmat sarapan pagi ini.
Sempat terpikir dibenak apakah
perjalanan akan kita lanjutkan atau tidak. Melihat cuaca yang cerah tersimpan
keinginan untuk melanjutkan perjalanan, namun ada beberapa pendaki yang
menyarankan agar menghentikan pendakian karena di Pos 3 angin berhembus lebih
kencang dari pos 2 ini. Bisa kami bayangkan betapa sulitnya dihempas angin
semalam, dan kami pun tak ingin kejadian tersebut terulang kembali di hari ini.
Keputusan pun diambil, kita akan turun kembali. Segera kita berkemas setelah
sarapan agar lebih bisa efisiensi waktu karena rencana cadangan kita adalah
menuju Jogjakarta.
Dalam perjalanan turun kami
pemandangan di jalur ternyata cukup indah. Gunung Andong dan Telomoyo ada
dihadapan kita. Sinar matahari tampak terik bersinar namun angin yang berhembus
tetap membuat tubuh kita begidik kedinginan. Perjalanan turun terasa sangat
cepat dibandingkan kita naik. Tak sampai 3 jam kami telah kembali di basecamp
cunthel. Terbersit doa dalam hati saya, semoga kelak saya dapat kembali
menapaki lereng Merbabu ini dan suatu saat akan aku injakkan kaki di Puncak
Kentheng Songo.
Gunung Andong dan Telomoyo |
Sinyal WANI |
Semburat Sisa Badai |
Ada beberapa pelajaran yang dapat
kita petik dalam perjalanan kali yaitu jangan sekali kali kita menantang alam, Karena
kita bukanlah siapa siapa di hadapan alam yang megah ini. Dalam pendakian pun
jika keadaan memang tak memungkinkan jangan sekali kali kita memaksakan
keinginan dan ego.
Dan satu prinsip dalam perjalanan
pendakian kami “Puncak bukanlah tujuan
utama, namun kebersamaanlah yang kami cari”. Bebas Polioooo…Woyoooooooo.
6 komentar
kerennnnnnnnnnnnnnn ................. saya yg lahir di lereng merbabu aja blm pernah ke puncak hikhikhikhik
ReplyDeleteMari segera di daki :)
Deleteuntuk 3 minggu kedepan merbabu aman?
ReplyDeleteHubungi nomer basecamp cunthel diatas untuk info lebih lanjut
DeleteMas Pradikta, mau ikut gabung pecel lele-an dong..
ReplyDeleteMau yang pedes apa yang sedengan aja nih? :p
Delete