Gunung Rinjani adalah gunung yang
berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gunung yang merupakan gunung
berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl. Gunung ini
juga terkenal sebagai gunung paling indah di Indonesia dan bahkan ada yang
menyebut kalau jalur pendakian Rinjani adalah jalur pendakian terindah di Asia
Tenggara. Terdapat 2 jalur resmi yang biasa dilalui yaitu melalui jalur
Sembalun dan Senaru serta beberapa jalur lainnya diantaranya jalur Torean yang
memiliki sisi keindahan yang berbeda.
Sebelum kalian membaca secara
lengkap tulisan dibawah, ini adalah kelanjutan cerita dari
Part 1"Sembalun Desa Para Pemimpi".
Part 3 "Elegi Indah Danau Segara Anak"
Jika kalian belum sempat membaca bisa kalian klik link tadi dan kalian tak akan menyesal untuk membacanya karena tulisan saya yang renyah dan enak dinikmati. Hahhh renyah ? enak dibaca kali. atau buat kalian yang malas untuk membaca tulisan saya bisa klik video dibawah. Video pendek yang merangkum semua perjalanan kami 5 hari menjelajah keindahan Gunung Rinjani
Part 1"Sembalun Desa Para Pemimpi".
Part 3 "Elegi Indah Danau Segara Anak"
Jika kalian belum sempat membaca bisa kalian klik link tadi dan kalian tak akan menyesal untuk membacanya karena tulisan saya yang renyah dan enak dinikmati. Hahhh renyah ? enak dibaca kali. atau buat kalian yang malas untuk membaca tulisan saya bisa klik video dibawah. Video pendek yang merangkum semua perjalanan kami 5 hari menjelajah keindahan Gunung Rinjani
Terima kasih kawan. Yukk lanjut.....
****
Pagi dingin diantara subuh Kala itu
tanggal 25 Mei tepat hari minggu kami terbangun dengan posisi berdempetan satu
sama lain. Saya masih setengah sadar dan berpikir sedang dimanakah aku ini ?
kenapa kami tidur seperti ini ? kok tidur dilantai ? kemana bidadari yang
selalu menemani tidurku ?, halahhhhhhh…. Dan semenit berlalu baru saya tersadar
kami sedang di Pulau Lombok dan Dewi Anjani sedang menunggu kami. Menyadari hal
itu kobaran semangat saya langsung terlecut, ngantuk pun hilang. Dan semalam
pun saya telah menaruh mimpi mimpi saya di Desa Sembalun ini agar bis
menjejakkan kaki di Puncak Rinjani dan saya harus mewujudkan mimpi tersebut. Satu
per satu dari kami pun segera bangun dan menunaikan sholat subuh terlebih
dahulu. Para serdadu wanita langsung mengambil perlengkapan memasak dan segera
memasak nasi di pelataran RIC (Rinjani Information Center). Nasi ini nantinya
akan kami buat bekal makan siang di tengah perjalanan nanti. Kami memang harus
sibuk memasak terlebih dahulu karena disekitaran sembalun ini sangat susah
menemukan warung makan, dan juga perjalanan kali ini kami tak memakai porter
jadi tidak ada yang kami gantungkan untuk kegiatan memasak. Perjalanan mendaki
Gunung Rinjani kali ini memang benar benar mendaki gunung bukan wisata gunung
karena kami adalah Pecel Lele… hahahaha.
Setiap para pengunjung yang ingin
mendaki Gunung Rinjani melalui jalur sembalun ini harus melapor dan mendaftar
di pos RIC ini. Pos selalu terbuka setiap saat, disini kita bisa mencari semua
informasi tentang pendakian, guide dan porter. Untuk tiket mendaki rinjani
mengalami perubahan seperti taman nasional yang lainnya. Biaya yang dikenakan
adalah harga perhari, untuk domestik sebesar 5 ribu dan untuk mancanegara 150
ribu. Harga domestik yang jauh lebih murah dibanding dengan tarif baru Gunung
Semeru yang bisa mencapai 3o ribu perhari. Saya sempat mendengar beberapa kabar
kalau dahulu di Taman Nasional Gunung Rinjani ini akan diberlakukan tariff 20
ribu/hari namun ditentang oleh masyarakat sekitar, karena dengan harga seperti
itu ditakutkan wisatawan akan menjadi berkurang dan pendapatan mereka sebagai
guide dan porter bisa menurun drastis. Makanya saat ini hanya diberlakukan 5
ribu / hari.
Disini pos RIC pun kita dapat menumpang menginap tanpa harus menyewa homestay tapi ya dengan ruangan ala kadarnya dan kalau sedang tidak beruntung disaat musim pendakian RIC ini akan sangat penuh dengan pendaki yang bermalam sehingga kita tidak kebagian tempat dan harus tidur di pelataran, sungguh pemandangan yang menyiksa menurutku. Namun untungnya pada saat kami kesini kami mendapatkan ruangan khusus yang hanya buat kami, Rejeki anak sholeh kembali datang.
Untuk sekedar informasi kalian
tentang jalur sembalun ini. Ada 2 titik untuk memulai pendakian, yang pertama
adalah gerbang masuk tepat disamping pos RIC ini. Jalur resmi memang disini
namun jika kalian ingin menghemat waktu hampir 2 jam kalian bisa menuju titik
yang kedua yaitu Bawanaung. Kalian harus menyewa Pick Up untuk mengantarkan
kalian menuju bawanaung dengan ongkos carter 70 ribu sekali jalan dan muat
hampir 20 orang. Bisa juga kalian jalan kaki tetapi dengan jarak tempuh
berjalan 60 menit paling y kaki gempor nafas tersengal dan akhirnya polio akut.
Dengan pick up kita segera sampai di Bawanaung hanya dengan 15 menit. Tak
membuang waktu kami segera berkumpul berdoa agar dipendakian kali ini kami
diberi kekuatan dan keselamatan. Dan yang terakhir adalah teriakan Bebas
Polioooo, Woyooooooooo.
Jalur Bawanaung adalah jalur
shortcut yang saya sebut jalur Di Bawanaungan Ilahi, ya karena kita dapat rejeki Ilahi karena bisa memotong selama 2 jam. Trek awal kita akan memasuki ladang ladang penduduk, hingga akhirnya
sampai di padang penggembalaan. Disini kita wajib waspada karena banya ranjau
alamiah yaitu Tai kebo, apalagi masih anget anget gitu… hahahaha. Di trek awal
ini gagahnya Gunung Rinjani telah Nampak di depan pelupuk mata kita, seakan
angkuh dan mengejek dengan kata kata “Apa Kalian bisa menginjakkan kaki di
puncakku???” tentu saja saya jawab dengan lantang “woyooooooo, tunggu aku Dewi
Anjani aku akan memelukmu !!!!” , sang Rinjani pun kembali tersenyum kecut
melihatku, dan saya pun semakin bersemangat untuk melangkah.
Jika kalian belum tau tentang siapa Dewi Anjani berikut sejarah dan biodata lengkap beliau. Tapi minus foto ya, foto hanya sebagai dokumen pribadi kami berdua, hohohoho.
Jika kalian belum tau tentang siapa Dewi Anjani berikut sejarah dan biodata lengkap beliau. Tapi minus foto ya, foto hanya sebagai dokumen pribadi kami berdua, hohohoho.
Gunung Rinjani menyimpan sejumlah misteri. Salah satu misteri terbesarnya adalah Dewi Anjani. Dewi Anjani konon adalah keturunan langsung Raja Selaparang hasil dari pernikahan sang Raja dengan mahkluk halus yang bermukim di gunung Rinjani ketika beliau memohon hujan untuk daerahnya karena kekeringan panjang yang melanda kerajaan Selaparang pada masa itu. Karena itulah sampai saat ini masyarakat suku Sasak dan Hindu Dharma di pulau Lombok sering melakukan ritual Mulang Pekelem yaitu ritual memohon hujan kepada Dewi Anjani dengan memberikan sesembahan berupa lempengan emas yang berbentuk segala macam mahkluk air dengan cara ditenggelamkan ke danau Segara Anak.
Jalur awal ini terbilang landai tetapi tidak bisa dibilang mudah karena karena ada kalanya kita harus turun melewati kali yang telah mati dan harus kembali menanjak hebat, apalagi ditambah matahari pagi yang mulai menyengat kulit. Disini kita juga akan bertemu dengan hutan yang lumayan lebat, lumayan untuk mengurangi terik sinar matahari. Namun jalur hutan tak begitu lama hanya sekitar 15 menit saja setelah itu jalur via bawanaung ini akan kembali terbuka dan akan bertemu dengan jalur Sembalun tepat sebelum jembatan dengan sungai yang kering dibawahnya. Dari sini kita akan benar benar bertemu dengan padang savanna tanpa pohon tinggi sedikitpun. Awal memang sangat menyenangkan melihat permadani hijau terhampar dengan latar belakang Gunung Rinjani yang memukau. Rumput rumput bergoyang berirama seirama angin yang menerpa mereka. Dan inilah surga awal Gunung Rinjani.
Namun lama kelamaan melewati padang savanna ini hawa panas semakin menyengat kulit dan semakin meguras tenaga kami. sedikit sedikit kami pun segera meneguk minuman untuk sekedar melepas dahaga. Dan memang tak bisa di pungkiri jalur menuju pos satu ini berat. Dengan jarak tempuh hampir 2.5 jam dari Bawanaung akhirnya kita bisa sampai di Pos 1 Pemantauan. Di sini pun kami tak mendapatkan tempat untuk berteduh di bawah pos, beristirahat pun tampak melelahkan dibawah sengatan matahari siang ini. Dari sini pos 2 sudah tampak dari kejauhan, sekilas tak butuh waktu lama untuk mencapainya. Tak ingin terlalu lama terbakar kami segera melangkahkan kaki kembali. Semakin lama berjalan semakin cepat pula saya dehidrasi, memang trek awal ini menurut saya sangat menguras tenaga gara gara kepanasan dan ada kulkas 75 liter yang menggantung di bahu saya.
Butuh sekitar 1 jam dengan berjalan
gaya polio untuk mencapai pos 2. Pos ini bernama Tengengean yang berarti
kotoran hidung karena menurut porter setiap pendaki yang telah sampai di pos
ini pasti akan membersihkan hidung mereka sendiri sendiri. Cerita yang cukup
unik menurut saya. Disini pun merupakan terminal pemberhentian bagi para
pendaki yang menggunakan porter. Karena di pos ini para porter pasti akan
menyiapkan perbekalan yang mereka bawa, memasak, hingga menghidangkannya di
hadapan para pendaki mewah ini. Melihat para bule bule ini bersantai di atas
tikar seakan mereka sedang menikmati piknik keluarga tanpa sadar saya menelan
air ludah sendiri dan membayangkan betapa nikmatnya naik gunung bisa seperti
mereka. Membawa tas kecil, makan tinggal makan tanpa harus masak, buang air pun
sudah ada tempatnya tanpa membuat lubang sendiri, ahhhh sungguh nikmat suatu
saat saya harus kembali kesini dan mencoba mendaki dengan gaya mereka mungkin
nanti saya bisa sok gaya seperti bule bule yang saya lihat ini.
Selepas pos 2 kontur trek akan
semakin menanjak tetap diantara padang savanna yang semakin menyedot tenaga
kita. Di trek ini saya benar benar makin merasakan betapa beratnya mendaki
Gunung Rinjani ini, semakin banyak pula saya beristirahat di sepanjang jalur.
Namun ada satu hal yang sangat saya sukai yaiut sejauh mata mamandang hanya ada
keindahan yang Nampak disini. Indah sungguh indah ingin rasanya disini
selamanya untuk menikmatinya, eitssss untuk kalimat terakhir dicabut saja
karena saya tidak ingin kepanasan di tengah savanna ini, hahaha. Jalur semakin
naik turun dengan tanjakan batuan hingga kita bertemu dengan pos Extra. Di pos
extra ini terdapat sumber air satu satunya selama perjanalan hingga kita sampai
di Pelawangan Sembalun. Jadi di pos ini kita harus mengisi persediaan selama di
perjalanan nanti. Sumber air hanya berupa cerukan cerukan pasir dengan daun
daun yang sebagai penyaringnya, alangkah baiknya kita mempunyai kain penyaring
untuk memastikan air benar benar bersih. Berjalan kembali sekitar 15 menit kita
sampai di Pos 3 Padabalong, pos ini terletak di cerukan yang Nampak seperti
kali bekas aliran lahar Rinjani. Ini adalah pos terakhir sebelum kita tiba di
Pos Sembalun, disini juga merupakan tempat untuk memantapkan mental sebelum
kita benar benar menyesal mendaki Gunung Rinjani, ya menyesal saat melewati 7 bukit
penyesalan.
View Menuju Pos 3 |
Pos 3 Padabalong |
Tujuh bukit penyesalan adalah ciri
khas Gunung Rinjani di Lombok Nusa Tenggara Barat. Mengapa dinamakan seperti
itu? Karena pendaki Rinjani setelah pos III Padabalong harus melewati tujuh
bukit tersebut sebelum puncak Rinjani. Dan jalur tersebut sangat menyiksa raga
pendaki, tujuh bukit yang harus dilalui yang kesemuanya adalah tanjakan hebat.
Dari pos 3 bukit penyesalan ini tampak sangat tinggi dan menanjak dengan tanda
para pendaki yang telah jalan terlebih dahulu tampak sangat kecil dan tinggi. Setelah
mental benar benar mantap kamipun segera berjalan tanjakan tajam segera
menyambut kami, tampak di atas pohon cemara sebagai patokan. Sedikit demi
sedikit lama lama menjadi bukit paribahasa yang tampaknya berlaku di sini,
bukit pertama pun kami selesaikan dengan patokan telah menggapai cemara paling
tinggi. Namun apa yang dihadapan kembali membuat mental down, bukit tinggi kembali
menyambut kami. Pohon cemara paling tinggi diatas kembali menjadi patokan kami,
perlahan lahan setiap 20 langkah kami pun segera mencari lapak untuk berhenti.
Dan bukit kedua pun terlewati, tapi tampak bukit ketiga menjulang kembali
sangat tinggi. Ahhh sampai kapan penyiksaan ini berakhir gumam saya. tenaga
sangat terkuras di jalur bukit penyelasan ini, tetapi hati saya tak ada rasa
menyesal sedikitpun untuk mendaki Gunung Rinjani ini, hanya perasaan gembira
yang hinggap walaupun dengan perjuangan yang sangat berat. Tapi memang melewati
bukit penyesalan ini terkadang mental down, mau turun kembali malu namun untuk
bergerak keatas dengkul bergetar hebat… hahahaha. Bahkan sampai jam 7 malam pun kami belum juga
sampai di Plawangan Sembalun dan entah posisi kami saat itu di bukit yang ke
berapa yang jelas pada saat itu kami sudah sangat kelelahan. Maka kami putuskan
untuk mendirikan tenda di tengah perjalanan dan beruntung juga pada saat itu
kami menemukan tanah datar di tengah jalur pendakian. Satu pelajaran yang dapat
saya ambil di jalur ini, untuk mencapi surga itu memang tak mudah.
Hari senin tanggal 26 mei 2014 di
pagi hari yang cerah itu kami terbangun dari rasa kelelahan yang kami dera
kemarin. Keluar tenda kamipun disambut dengan gagahnya lereng gunung rinjani
dan gradasi indah warna langit. Hari senin yang sangat tenang berbeda dengan
hari senin biasanya yang hati selalu dihinggapi rasa gelisah tak menentu. Kami
segera memasak sarapan dan segera untuk berangkat kembali. Sekitar pukul 7.30
kami melanjutkan perjalanan kembali, saya kira ini adalah bukit terakhir yang
harus kami lalui. Setiap ada pendaki yang turun kami Tanya dan ternyata benar
ini adalah bukit terakhir dan yang paling panjang. Tanjakan berupa tanah
berdebu dengan kemiringan 45 derajat.
Banyak kata semangat dari para pendaki yang turun dari Plawangan Sembalun. Hampir 90 menit kami bertempur dengan kemiringan dan vegetasi pun segera berubah. Pohon pohon tinggi mulai menghilang berubah menjadi cantigi dan jalanan mulai menjadi datar, ini tandanya kita telah sampai di Plawangan Sembalun. Pada saat kita sampai lahan untuk mendirikan tenda agak sulit kita dapatkan dikarenakan saat itu sedang musim pendakian dan kami pun harus mencari lahan di jalur turun ke Segara Anak.
Pemandangan Pagi Itu |
Banyak kata semangat dari para pendaki yang turun dari Plawangan Sembalun. Hampir 90 menit kami bertempur dengan kemiringan dan vegetasi pun segera berubah. Pohon pohon tinggi mulai menghilang berubah menjadi cantigi dan jalanan mulai menjadi datar, ini tandanya kita telah sampai di Plawangan Sembalun. Pada saat kita sampai lahan untuk mendirikan tenda agak sulit kita dapatkan dikarenakan saat itu sedang musim pendakian dan kami pun harus mencari lahan di jalur turun ke Segara Anak.
Plawangan Sembalun ini adalah
tempat camp terakhir sebelum kita menggapai Puncak Rinjani. Disini jika keadaan
sedang cerah kita dapat memandang indahnya Segara Anak dari ketinggian. Dan
pada saat itu kami beruntung cuaca sedang cerah dan keindahan segara anak dapat
saya saksikan. Subhanallah pemandangan yang sangat indah, pemandangan yang
biasanya hanya dapat saya lihat di google kali ini saya dapat menikmatinya
langsung. Kaldera kaldera curam yang mengelilingi segara anak tampak terlihat
sangat indah. Menoleh ke kiri kita dapat melihat lereng curam puncak Rinjani. Tampak
dari kejauhan trek berpasir menuju puncak dan itulah jalur yang akan saya lalui
tengah malam ini. Menoleh kembali kita dapat melihat Pegunungan yang membentang
di tengah desa Sembalun, dari sini pegunungan itu tampak sangat rendah dan
tampak dibelakangnya biru dari lautan lepas. Sekali lagi mulut ini pun terucap
rasa syukur Allhamdulillah saya cinta negeri ini negeri yang indah ini.
Sore itu tak banyak kegiatan yang
kami lakukan di sekitaran camp. Karena memang kita berencana untuk tidur cepat
dan bangun pada pukul 11 malam untuk segera Summit Attack ke Puncak Rinjani. Hanya
kegiatan masak memasak yang kami lakukan dengan cepat selepas senja kala itu. Tepat
pukul tujuh satu persatu dari kami langsung mendekam di dalam Sleeping bag dan
terbang ke dunia mimpi.
****
Kringgggggggggggggggg…. Alarm berbunyi
kencang membangunkan kami yang sebenarnya belum begitu lelap tertidur. Tapi mau
bagaimana lagi kita harus segera bersiap untuk mengejar matahari di Puncak
Rinjani. Sebelum berangkat kami memasak sarden kaleng dan menyantapnya dengan
cepat. Kita harus makan walaupun kurang begitu nafsu, karena kita butuh tenaga
untuk perjalanan panjang nan melelahkan menuju singgasana Dewi Anjani ini. Tepat
pukul jam 12 malam kami telah siap semua dan tak lupa perjalanan kali ini
diawali dengan doa dan teriakan (Ehh sebenarnya bisikan) Bebas Poliooo Woyooooooooooooo,
dengan pelan karena takut mengganggu kenyamanan tenda sebelah.
Trek awal kita harus berjalan di
Plawangan Sembalun ini hingga menuju bibir kaldera atau punggungan Puncak
rinjani. Malam itu tampak dari kejauhan telah banyak pendaki yang lebih
berjalan terlebih dahulu. Kelap kelap lampu tampak tinggi menandakan jalur di
depan akan terus menanjak. Tak beberapa lama kita memasuki tanjakan pertama
yang di tandai dengan pengaman besi yang terpasang di kiri kanan jalur, namun
ada hal yang menarik adalah macetnya jalur malam itu. Karena saking banyaknya
pendaki yang ingin menuju puncak hingga melangkah di jalur sempit ini pun harus
bergantian. Sungguh keadaan pertama yang saya alami selama saya terjun di dunia
percaturan mendaki gunung, hahaha. Dari sini trek berupa pasir lembut yang
membuat pijakan akan merosot yang katanya para pendaki sih 3 langkah naik turun
1 langkah. Fisik masih oke apalagi ditambah macetnya jalur jadi kami banyak
waktu untuk beristirahat jadi degup jantung masih stabil. Kurang lebih 2 jam
kami tiba di dataran punggungan Puncak Rinjani. Dari sini jalur berupa bonus
yaitu tanah datar dan berupa tanah padat tidak seperti jalur naik kesini tadi
yang berupa pasir. Langkah kaki semakin cepat di jalur bonus ini, tapi tetap
saja yang namanya pecel lele pasti banyak istrahat dan narsis di jalur, seperti
dibawah ini dan ingat jangan muntah.
Tetap Narsis Saat Summit Attack |
1 jam . . . . 2 jam . . . . 3000
meter . . . 3100 meter . . . . 3245 meter . . . . Rendi sang time keeper selalu
memperingatkan kita akan waktu tempuh dan ketinggian kami saat itu. Jam tangan
eiger bekas return garansi resmi yang melekan di tangannya tampak bekerja
secara optimal. Suara hape khas lagu jadul Dewa 19 selalu terdengar dari hape
Rendi, entah berapa playlist yang telah terulang pada itu. Tapi yang jelas lagu
lagu Rendi membuat kami semakin bersemangat dan mengusir sepi sunyi dari kami
yang telah kehilangan suara semangat gara gara fisik yang semakin melemah. Setiap
kali kami beristirahat Rendi inilah yang selalu member waktu. Oke 1 menit lagi
kita harus segera berjalan agar tubuh kita tak semakin kedinginan. Okelah dengan
sisa tenaga melanjutkan langkah kecil kami. Dari beberapa sumber internet trek ke
puncak Rinjani yang paling menyiksa adalah tanjakan terakhir yang berbentuk
letter S. itu yang selalu menjadi patokan saya kala itu. Tampak di depan siluet
puncak Rinjani yang sangat tinggi dan dibawah tampak kelap kelip lampu dari
senter pendaki lain. Itulah letter S gumamku, dan benar saja mendekati tanjakan
itu kondisi jalur tampak berubah dari yang semula tanah padat menjadi pasir
halus, pasir halus berbatu. Dan saat semakin mendekat ke tanjakan jalur berubah
menjadi Pasir bercampur dengan Batu. Jika di semeru trek kebanyakan berupa pasir
halus dengan batu batu kecil, di Gunung Rinjani pasir dan batu berukuran lebih
besar serta bervariasi dari telapak tangan hingga bongkahan kecil yang sangat
rapuh jika kaki memijak. Pada saat duduk kelelahan pun bokong terasa sakit di
antara batu batu ini ditambah dengan angin yang sangat kencang.
Inilah trek sesungguhnya pikirku,
keadaan saat itu sangat sulit ditambah dengan terpaan angin yang sangat kencang
dari arah kiri. Di tengah badai angin seperti itu tubuh semakin melemah
diantara tumpukan pasir batu. Seringkali saya berteriak untuk kembali
menyemangati diri ini yang mungkin sudah mendekati batas batas kemampuan. Dilla
rekan perjalanan wanita satu satunya ke puncak kala itu bahkan berteriak
kedinginan dan meminta kita untuk memeluknya dan berdempetan untuk mengurangi
dingin angin karena perjalan ke puncak angin langsung menerjang tanpa penghalau
sedikitpun. Sungguh keadaan yang cukup dramatis, ini bukan lebay tapi memang
keadaannya seperti itu. Rendi pun berteriak kalau subuh fajar segera datang,
dan kenapa kami juga belum sampai juga di puncak ?. Dengan teriakan tekad kami
pun melangkah kembali menembus jalur batu dan kencangnya angin, dan tak lama
siluet jingga muncul di peraduannya. Itu tandanya matahari segera muncul saya
pun segera mempercepat langkah, dan entahlah puncak tampaknya semakin mendekat
dan jalur semakin landai.
Air mata terasa keluar dari pelupuk
mata pada saat saya mendekat ke puncak. Perasaan campur aduk yang saya rasakan
saat itu. Tampak siluet matahari terbit awan awan yang berarak lembut bak
permadani. Alhamdulillah kata pertama yang terucap di saat itu saya sangat merasa
kecil di hadapan alam ciptaan Allah SWT yang megah ini, saya seperti sebutir
debu yang bisa saja hilang diterpa badai angin, dan saya ini bukanlah siapa
siapa. Saya sempat sendiri merenung di tengah hiruk pikuk pendaki lain yang
sukses mencapai puncak. Perasaan dan keadaan seperti inilah yang bisa semakin
mendekatkan saya ke pada sang Maha Pencipta dan ini juga yang membuat saya
ingin selalu kembali menapak puncak puncak tertinggi di negeri ini. Saya pun
mengibarkan Sang merah putih di atas ketinggian 3726 mdpl. Akhirnya keinginan
yang selalu terbawa mimpi sejak Di Desa Sembalun akhirnya kini terwujud, Aku
bisa berdiri di Puncak Rinjani Singgasana dari Dewi Anjani. Negeri ini sungguh
indah sekali ya Allah, bantu kami untuk selalu menjaganya.
Merah Putih Di Singgasana Dewi Anjani |
Aku Cinta INDONESIA |
Tampak di kejauhan Gunung Tambora
yang tampak datar terpenggal karena letusannya dahulu kala. Kepulauan Nusa
tenggara timur tampak jelas pagi itu dibalik lembut lembut awan yang bergerak
lembut. Menoleh ke kanan tampak jelas Kaldera purba Gunung Rinjani dengan
Gunung Barujari yang tampak angkuh di tengah tengah Segara anak. Memandang kedepan
tampak kerucut sempurna bayangan dari Gunung Rinjani ini. Dari sini juga
terlihat kerucut dari Gunung Agung di Pulau Bali. Jalur menuju puncak Rinjani
ini memang benar benar miring, ini terlihat dari begitu jauh dan tingginya
jalur yang telah kita lewati tadi, tampak juga para pendaki yang masih terus
merayap keatas berjuang melewati kemiringan jalur.
Hampir dua jam kami menikmati
Puncak Rinjani ini, memang lama berhubung juga matahari baru keluar dari
peraduannya jadi belum begitu panas. Tapi di pikir pikir baru kali ini lagi
naik gunung sampai puncak tapi dengan keadaan super duper rame seperti ini.
Bahkan foto dengan Plang tulisan Puncak Rinjani aja harus antri, bayangin di
puncak gunung 3726 mdpl ada antrian kayak antri sembako di masjid masjid, Ohhh
ampun dah.
Sekitar pukul 7.30 pagi kamipun
segera meninggalkan puncak dan menuju kembali ke Plawangan Sembalun. Dalam perjalanan
turun memang terasa lebih menyenangkan karena kami bisa sedikit gaya Ski diatas
pasir batu. Tapi ski pasir di Rinjani ini terasa lebih sulit dan berbahaya
dibandingkan dengan ski di jalur Mahameru. Karena memang disini pasir batunya
lebih besar besar, juga karena ada jurang yang menganga di sebelah kiri jalur
turun. Jika sampai terjun ke bawah bisa dipastikan langsung Wassalam. Tak lupa
juga kami narsis dalam perjalanan pulang ini. Keindahan segara anak dapat kita
nikmati sepanjang jalur turun, sungguh disayangkan jika tak kita abadikan dalam
bidikan kamera. Untuk mencapai Plawangan sembalun kami menempuh hampir 2.5 jam
+ waktu Foto foto.
cukup melelahkan memang perjalanan turun ini. Jalur terasa amat panjang dan panas beda pada saat kita naik kemarin terasa cepat walau sebenarnya lama. Sesaat setelah sampai di bibir punggungan sebelum kembali ke jalur Plawangan Sembalun saya menyempatkan untuk menoleh ke belakang dan kembali menaruh janji “Kalau nanti aku masih diberi kesempatan dan waktu, aku pasti akan mengunjungimu kembali Dewi Anjani. Tunggu aku kembali ke Puncakmu”.
Untuk kalian yang belum sempat membaca cerita sebelumnya ataupun cerita selanjutnya menuju Danau Segara Anak bisa dengan sekali klik link dibawah ini, Terima Kasih.
Kaldera Raksasa Gunung Rinjani |
Ski Pasir |
Jalur Menuju Puncak Rinjani |
Gunung Paling Indah di Indonesia |
cukup melelahkan memang perjalanan turun ini. Jalur terasa amat panjang dan panas beda pada saat kita naik kemarin terasa cepat walau sebenarnya lama. Sesaat setelah sampai di bibir punggungan sebelum kembali ke jalur Plawangan Sembalun saya menyempatkan untuk menoleh ke belakang dan kembali menaruh janji “Kalau nanti aku masih diberi kesempatan dan waktu, aku pasti akan mengunjungimu kembali Dewi Anjani. Tunggu aku kembali ke Puncakmu”.
Untuk kalian yang belum sempat membaca cerita sebelumnya ataupun cerita selanjutnya menuju Danau Segara Anak bisa dengan sekali klik link dibawah ini, Terima Kasih.
20 komentar
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletekalo diliat2 lumayan banyak juga yang bertenda, semoga ga sampe kyk semeru padetnya. aaaak itu pemandangannya bikin kepengen kesana
ReplyDeletePada saat kesana rame pake banget mas...sampe macet jalan ke puncak. Tapi memang lg libur panjang & musim pendakian
DeleteThanks mbak wi :)
ReplyDeleteKalau pake porter berapa yak, Oom? Mohon infonya :)
ReplyDeleteKalau porter 150 ribu / hari dengan beban max 25 kg mbak :)
DeleteKira-kira naik Rinjani butuh berapa hari yaa? Tertarik bangeet sih sama puncaknya tapi kok ngebayangin Bukit Penyesalan jadi keinget Cikurai sama Ciremai via Linggar jati yak -_-
DeleteButuh 4 hari 4 malem untuk menjelajah semua mbak, jauh lebih berat dibandingkan gunung gunung di Jabar. Tunggu cerita yang part 3 y :).
DeleteSubhanalloh...
ReplyDeletebagus banget pemandangannya ....
Gunung paling indah di Asia Tenggara :)
DeleteSuka ceritanya.. ingin bangeeett
ReplyDeleteRasanya baca ini tuh... Ikutan capek, ikutan pegel, ikutan sedih, ikutan males sama jalurnya, juga ikutan tau kalo Rinjani itu emang indaaaaaah banget :)
ReplyDeleteMasih ada yang kurang tuh...rasakan sendiri sensasinya, Ayoo cepet kesana
DeleteGunung nggak akan lari dikejar, tapi kalo mau ngasih ongkos + porterin sih ayuk bang mau *kemudian dilempar ke danau segara anak*
DeleteKalo yang ngejar cew sih gunungnya mendekat mbak :p
Deletemakaish banyak gan
ReplyDeleteoh ya salam kenal
ReplyDeleteSalam kenal juga brooo
DeleteAaaaaakkkk...Rinjaniiiii...masih kebayang rasanya naik gunung ini padahal udah 4 tahun yang lalu. Rasanya mak nyes gitu pas sampe puncak terus ngeliatin segara anak dari atas. Gara-gara naik gunung ini juga kuku jempol kakiku sampe lebam terus beberapa hari sesudahnya copot. Hahahahaha...
ReplyDeleteHahahaha, ngebayangin kuku copotnya sereemm..tapi semua terbayar kan dengan keindahan yang disuguhkan Rinjani?
Delete