Awan gelap tampak bergulung gulung menyambut kedatangan kami di daerah Ciwidey. Matahari tampaknya enggan menyinari daerah pegunungan ini. Pohon pohon hijau di lembah Gunung Patuha pun tersapu oleh putih pekatnya kabut. Sambutan kurang begitu menggembirakan dari Sang Surya, tapi semua itu tak pernah menyurutkan tawa dan canda kami di sepanjang perjalanan. Alam di tengah bumi yang semakin menua saat ini memang susah untuk ditebak. Terkadang ceria, namun terkadang juga suram tapi kami semua mempunyai satu tujuan yaitu sebuah cerita tentang keindahan dan kebersamaan.
“Entah kenapa ya setiap aku berkunjung
ke Ciwidey itu selalu hujan” celetuk Mbak Suci. Sebuah pertanyaan yang seakan
mendukung kemuraman Sang Surya. Dalam benak aku selalu berharap agar cuaca
makin membaik, dan dalam pikiran pun seperti apa sih wujud kawah putih itu?. Sementara
selama ini aku hanya bisa melihat foto foto yang bertebaran di berbagai travel
blog.
Mobil ini aku kendarai dengan
kecepatan sedang mengikuti jalur berkelak kelok menembus perkebunan teh. Aku buka
jendela mobil agar angin sejuk khas pegunungan masuk menerpa wajah kita yang
menciptakan sensasi tersendiri. “Bukankah hal seperti ini tidak ada di Ibukota?”
tanyaku, teman semobil pun menjawab serentak membenarkan peryataanku.
Selepas perkebunan teh jalanan
tampaknya memasuki hutan lebat yang berada di lereng Gunung Patuha dengan jalur
yang tetap berkelok kelok namun dengan aspal yang sangat mulus. Benar saja tak
berapa lama kami tiba di pelataran parkir mobil. Kita dapat memilih untuk
parkir di atas (Dengan biaya permobil yang sangat mahal) atau parkir dibawah
dengan parkir murah. Demi menggerakkan roda perekonomian setempat kami memilih
parkir bawah karena disini kita harus menaiki “Ontang Anting”. Sebuah mobil Suzuki
carry yang telah dimodifikasi secara unik untuk dapat menampung banyak
penumpang. 35 ribu untuk tiket masuk lengkap dengan “Ontang Anting” ini, lebih
murah dibandingkan kita parkir kendaraan pribadi di atas.
Ontang Anting |
Percikan percikan air pun turun dari langit menambah suasana saat itu semakin dingin menusuk kulit. Para pengunjung tampak ceria menikmati suasana saat itu. Tubuh saya tergoncang kanan dan kiri dengan jalanan berkelok di atas “Ontang Anting”.
Muram dan dingin kata yang tepat menggambarkan suasana kala itu. Kabut pun berhembus pelan menyambut kedatangan kami di pelataran yang bertuliskan Kawah putih. Pohon pohon Teman teman tampak ceria dan berlarian menuju tulisan besar itu dan mengabadikan momen yang ada.
Langittt, ayo cerialah tunjukan warna birumu……
Langit belum juga bersahabat,
kenapa engkau seperti ini? Apakah kau sedang berseteru dengan Sang Surya? Hingga
kau enggan memberikan hangatmu barang sedikit saja. Keceriaan teman teman pun
mengusik lamunanku tentang langit, aku berlari lari kecil menghampiri mereka
dan ikut mengabadikan semua tingkah polah mereka.
Ada beberapa anak tangga turun kebawah yang harus kami lalui sebelum mencapai bibir kawah. Tangga dengan pegangan kayu tampak begitu baik dengan papan papan informasi yang terawat apik. Di salah satu sudut terdapat beberapa orang yang sedang memainkan angklung. Dengan irama mengalun lembut akupun terbawa suasana dan segera menyadari kalau aku saat ini sedang di daerah dengan kebudayaan Suku Sunda yang kental. Menikmati ini semua tampaknya apa tiket yang kita beli cukup sepadan dengan suasana yang kita dapatkan.
Putih dan mistis itulah kata yang pas menggambarkan keelokan dari kawah putih ini. Langit kelabu dan pekat kabut semakin menguatkan suasana itu. Kepulan asap belerang keluar di seberang danau. Pohon pohon cantigi di sekitaran kawah pun tampak tak kuasa menahan kekuatan asam dari belerang, mereka pun mati tapi tetap berdiri menambah kesan mistik. Air, tanah, bebatuan semuanya tampak memutih kekuning kuningan tampak sangat kontras berpadu dengan kokohnya dinding kaldera Gunung Patuha.
Dangerous |
Mengabadikan Setiap Momen |
Kawah Putih tampaknya menjadi nama yang pantas disematkan ditempat ini. Namun dalam benak aku pun mencoba berpikir “Apa kawah ini masih aktif?, apa tidak berbahaya kita sampai bisa berada di pusat kawah seperti ini?”. Namun sepertinya Gunung Patuha ini memang sudah tidak aktif dan tidak adanya sejarah letusan pada jaman modern. Namun jangan kaget jika suatu saat Patuha bisa aktif kembali. Warna kawah yang sering berubah kadang putih, hijau, biru menandakan masih adanya aktifitas vulkanis walaupun hanya sedikit. Bahkan panas bumi dari aktifitas vulkanis Patuha saat ini akan dimanfaatkan untuk Pembangkit listrik Geothermal sebesar 60 MW yang dioperasikan oleh perusahaan Geo Dipa. Disekitar Patuha sendiri banyak sekali muncul air panas yang banyak dimanfaatkan oleh pelaku bisnis pariwisata.
Gerimis Romantis |
Batuan Belerang Kawah Putih |
Langit tetaplah seperti ini…menarilah sesukamu…
Entah tanpa sadar aku berucap
seperti itu karena dalam keadaan seperti apapun langit tetap memberikan suatu
paduan yang tidak dapat kita tebak, tetapi tetap dalam lingkup “Indah”. Karena aku
baru menyadari kemuraman langit hari ini menambah kesan atau suasana di Kawah Putih,
suatu suasana yang….. entahlah aku tidak bisa menjabarkan kalian harus kesini
dan rasakan sendiri.
Gembira rasanya dapat menikmati semua ini, datang ke sebuah tempat yang indah bersama teman teman seperjalanan yang menawarkan suatu kisah baru di setiap perjalanan. Gerimis kembali turun, kami harus segera melangkahkan kaki keluar kawah. Dalam derap langkah yang terus menjauh aku beberapa kali menengok kebelakang seperti enggan untuk meninggalkan tempat ini, tempat yang memberikan kedaimaian dan keindahan. Disini aku pun merasa jika dunia itu hanya seluas langkah kaki, maka jangan takut untuk melangkah khususnya di negeri kita tercinta ini. Maka kenalilah dan jelajahilah nusantara.
3 komentar
Suka warna payung2 nya :-) jadi makin kece di foto
ReplyDeleteitu mukanya Kayak anak kecil yg baru ketemu kamera
DeleteGood reading this poost
ReplyDelete