Berjalan kaki melintas aliran air yang cukup deras. Batu batu besar pun membuat arus dan putaran air semakin deras. Jembatan bambu yang hanya selebar telapak kaki harus kami lalui. Bahkan di beberapa titik kita harus sedikit merayap di bebatuan besar yang tampak licin. Butuh perjuangan yang tak bisa dibilang enteng untuk semua ini. Inilah petualangan menuju Leuwi Hejo.
Video Pendek Perjalanan Menuju Leuwi Hejo
Warga sekitar sering menyebut tempat ini sebagai Curug Bengkok tapi dari kalangan traveller lebih menyebutnya Leuwi Hejo karena tempat ini penampakan seperti sebuah kolam alami yang berwarna hijau. Destinasi yang sedang menjadi tren di kalangan traveller Jabodetabek, entah kenapa info begitu sangat menyebar. Bagai magnet aku bersama teman teman grup jalan pun tertarik untuk mengunjunginya. Tidak jauh dari Ibukota hanya sekitar 60 km ke arah sentul.
Motor matic yang aku kendarai pun
terguncang guncang di atas jalanan aspal yang berlubang, di beberapa tanjakan
jalanan tampak licin dikarenakan beberapa kubangan yang tercipta karena musim
penghujan tahun ini datang tepat pada waktunya. Mesin matic pun terkadang
meraung ketika harus melewati semuanya itu. Dibalik semua kesusahan itu, kita bisa
menikmati sajian parade alam yang cukup menarik. Mulai jalur berliku liku di
lembahan gunung Pancar yang asri berwarna hijau dengan sawah berundaknya. Tanpa
macet dan kebisingan ibukota yang sehari hari aku rasakan. Dan aku selalu yakin
semakin susah sebuah tempat untuk dijamah maka semakin indah pula tempat
tersebut, seperti kata yang pernah aku ucapkan “Menggapai surga itu memang
tidak mudah”.
Dari parkiran sepeda motor kami diharuskan untuk berjalan diantara ladang ladang penduduk. Hamparan sawah yang menghijau menjadi penyapa kami pertama kali. Dan tak berapa lama hujan pun turun dengan derasnya. Bukan muram dan sesal saat kami menyambut tetesan air langit ini namun senyum tetap kami kembangkan. Hujan bagiku adalah berkah dan itulah mengapa kami tetap bersama untuk melangkah.
Suara arus sungai semakin mendekat dan aku bersama imam pun segera berlari lari kecil menuju pinggiran sungai untuk mengabadikan sebuah momen dalam bingkai foto. Teman teman yang lain pun tampak mengembangkan senyum ketika kami bertemu dengan sebuah jembatan bambu kecil yang nampaknya cukup mengerikan untuk dilalui. Lebih baik menyeberang langsung di bagian sungai yang tak terlalu dalam. Uluran tangan pun bergantian untuk terus membantu kami melangkah diantara deras air.
Leuwi Hejo terletak di bagian sungai paling atas dan paling ujung yang tersembunyi di antara 2 tebing. Langkah kaki harus terus diperhatikan agar tak terpeleset. karena sewaktu waktu aliran air siap untuk menghanyutkan kita. Ada beberapa titik yang cukup berbahaya sebelum bertemu dengan Leuwi hejo. Bukan takut yang aku rasakan saat itu namun bahagia bisa berkunjung ke tempat tempat baru seperti ini bersama sama kalian teman teman seperjalanan.
Rawan Hanyut |
Indah dan dingin itu yang pertama kali aku rasakan di Leuwi Hejo. Indah karena curug ini cukup tersembunyi diantara tebing tinggi dan bebatuan sungai yang cukup sulit di tapak, dan dingin karena aliran air cukup dingin dan cukup untuk bisa membuat tubuh menggigil. Ekspektasi sebelum aku berkunjung kesini adalah menemui air sungai yang berwarna coklat karena sedang musim hujan dan debit air besar. Namun kenyataannya, Leuwi Hejo tetaplah berwarna hijau tosca dan menurutku masih tetap indah dan tak percuma aku datang kesini menembus hujan.
Karena debit air sedang besar aku
cukup berhati hati karena arus yang sangat deras dan ketinggian air yang naik.
Telah disediakan sebuah tali tambang untuk pegangan tangan melawan arus dan
menuju atas batu di samping curug. Arus terasa sangat kuat ketika tangan
menarik tali untuk terus bergerak maju. Naik keatas batu pun butuh perjuangan
karena kemiringan yang cukup curam dan licin.
Sepertinya sepele untuk meloncat di atas curug ini, tak terlalu tinggi memang tapi setelah aku tiba di atas batu perlahan nyali pun ciut. Buih air tampak berputar putar menandakan air dari curug tampak menghujam deras ke bawah. Batu batu kokoh di sekeliling seakan memberi peringatan bahaya. Namun akhirnya dengan helaan nafas panjang aku pun meloncat menembus buih buih air yang berputar di bawah curug. Pertama hanya gelap kemudian air hijau di pandangan mata tubuhku berputar diantara air deras ini. Kugerakkan tangan keatas untuk mencari permukaan air namun aku tak kunjung bertemu dengan udara bebas sampai akhirnya aku menabrak dinding bebatuan dan akupun keluar dari putaran air. mungkin hanya beberapa detik dari aku meloncat hingga keluar ke permukaan air, namun bagiku itu adalah detik detik yang cukup lama untuk menemukan kembali udara bebas di permukaan.
Leuwi Hejo kini nampaknya sudah
bukan menjadi permata sepi pengunjung yang tersimpan dibalik rimbun hutan dan
deras aliran sungai, kini dia sudah mulai berubah menjadi tempat bermain bagi
kami semua… ya kami yang suka menjelajah destinasi wisata. Namun tak apalah
jika semua itu bisa menjadi tambahan penghasilan bagi mereka penduduk asli di
sekitar Leuwi Hejo. Sudah banyak fasilitas yang tersedia mulai dari musholla,
warung makan, tempat bilas dan ganti pakaian. Memang di jaman internet seperti
saat ini informasi lebih cepat untuk tersebar. Dan saat ini pun aku bisa
berkata jika masyarakat Indonesia lambat laun lebih sadar untuk berwisata.
8 komentar
mas adit, masukin tulisan ke citizendaily.net deh yang kategori wisata~ nambah" modal buat ke kerinci :D
ReplyDeleteOke dehhh, nanti dicoba.. thx infonya Isti :)
DeletePengen kesana tp kayaknya udh rame banget ya mas sekarang.. :(
ReplyDeleteUdah Rame banget sekarang, informasi begitu cepat menyebar
DeleteAaaaaaaaaaaaaaakkk...
ReplyDeleteSekarang Setapak Kecil udah ada logo, gambar (entah apa namanya itu) jejak sepatunya. CUCOK, KEREN dan SUKAAAA :D
Itu kenapa pake teriak? Kayak kejepit pintu aja sih.. haha
DeleteTeriak? Emang kedengaran? Itu cuma mencet 'a'nya kelamaan aja sih :p
DeleteJangan kenceng2...aku suka ketenangan disini XD
Delete