Aku tampaknya tak ingin pergi dari tempat ini, agak berat untuk segera beranjak melangkahkan kaki untuk menjauh. Sudah terasa sangat betah dan tak pernah lelah untuk menjelajah kawasan yang sering berselimut kabut, tanpa hiruk pikuk layaknya kota besar, sebuah tempat dimana aku menemukan kedamaian, keindahan, dan kehangatan budayanya. Inilah sebuah tempat dimana aku selalu ingin untuk kembali “Dieng”.
Pagi itu di terminal Mendolo untuk
pertama kalinya aku datang di Wonosobo. Kesan pertama yang aku dapat adalah
kota ini kecil namun sejuk. Gunung Sindoro Nampak samar samar menampakkan
kegagahannya di balik rerimbunan pohon. Tak butuh waktu lama untuk menyimpulkan
bahwa pasti banyak keindahan yang tersimpan di daerah ini.
Berbeda dengan wisatawan kebanyakan
yang membawa mobil pribadi atau mengikuti jadwal wisata dari agen travel, kami
menyewa sebuah mini bus yang terdapat di Terminal Mendolo. Sang Sopir bernama
Pak Fasol, beliau memiliki trayek bis yang melalui Dataran Tinggi Dieng, kami
charter untuk berkeliling Dieng dalam satu hari.
Mini bus pun melaju santai melewati
jalan mulus menanjak menuju Dieng sebuah desa tertinggi di Pulau Jawa. Hening
dan sepi di tengah perjalanan itu mungkin kami semua kelelahan seusai
perjalanan panjang dari Ibukota Jakarta, namun semua itu seakan hilang setelah
gurauan dan candaan Pak Fasol keluar. Keceriaan pun langsung terhampar dari
wajah kawan kawan saya yang lain. Bahkan Pak Fasol pun berkelakar bak Travel
Guide berpengalaman kala itu, menjelaskan semua tentang tempat wisata di
kawasan Dieng. Hilang sudah kesan sopir bis garang dari beliau.
Setelah melewati gerbang masuk
kawasan Dataran Tinggi Dieng, jalanan mulai menurun diantara kawasan perumahan
penduduk. Sepanjang mata memandang bukit bukit di kiri kanan telah berubah
menjadi ladang sayuran. Bus pun terus dipacu hingga tiba disebuah pelataran
luas. Dikejauhan nampak kepulan asap yang membumbung diantara tanah gersang di
perbukitan. Warnanya cukup kontras dengan hijau pepohonan yang terdapat
disekitarnya. Ya inilah tujuan awal kami… Kawah Sikidang.
Kawah Sikidang
Dataran Tinggi Dieng termasuk salah
satu kawasan yang memiliki kawah terbanyak di Indonesia antara lain Kawah
Sikidang, Kawah Sileri, Kawah Timbang, Kawah Sibanteng, Kawah Candradimuka dll.
Memasuki kawasan kawah berjejer warung souvenir dan oleh oleh. Pedagang masker
pun tampak menjajakan dagangannya, memang jika kita tidak terlalu tahan dengan
bau belerang bisa membeli masker.
kawah sikidang merupakan arti
bahasa jawa yang berarti si kijang atau si Rusa dinamakan seperti itu
dikarenakan air dari kawah ini meloncat loncat seakan seperti kijang yang
sedang melompat. Kita juga harus berhati hati ketika mendekati kawasan kawah,
bau belerang yang sangat menyengat, asap belerang yang panas. Kawah ini merupakan dapur magma yang masih
aktif maka dari itu dituntuk kewaspadaan kita selalu.
Landscape Menarik |
Seorang wanita setengah baya
berdiri di tengah padang tandus itu dengan mengenakan caping dan penutup
hidung. Sebuah karung terhampar dengan bongkahan-bongkahan belerang ditata rapi
diatasnya. Batu-batu itu dijual kepada para pengunjung sebagai souvenir khas
Kawah Sikidang.
Kawah ini memang masih menjadi surga bagi para penduduk yang
menggantungkan hidupnya pada kegiatan pariwisata. Bagi kalian yang berkunjung
walaupun sedikit tidak perlu alangkah baiknya jika kita membeli souvenir yang
mereka jajakan, karena dari kita inilah kehidupan ekonomi masyarakat sekitar
bisa berdenyut.
Ada banyak sekali atraksi alam,
budaya dan kuliner yang dapat kita nikmati di Dataran Tinggi Dieng ini, aku cukup beruntung dapat menikmati
beberapa keindahan yang ditawarkan dari desa tertinggi di pulau jawa ini.
Telaga Warna
Ditembuh hanya 5 menit naik
kendaraan dari Kawah Sikidang, kita akan bertemu gerbang masuk kawasan telaga
warna. Kita diwajibkan untuk membayar retribusi sebesar 2 ribu rupiah untuk
menikmati nuansa alam di telaga warna, sungguh harga yang sangat sangat murah.
Dinamakan Telaga Warna karena
fenomena alam yang terjadi di tempat ini yaitu berupa pergantian warna air dari
telaga tersebut. Terkadang berwarna hijau dan kuning atau berwarna warni
seperti pelangi. Fenomena ini terjadi karena di dalam air tersebut terdapat
kandungan sulfur cukup tinggi sehingga saat sinar Matahari mengenainya maka
warna air telaga nampak berwarna warni. Memasuki kawasan telaga kita langsung
disambut dengan air berwarna hijau tosca, Romantis mistis itulah kata yang
tepat untuk menggambarkan nuansa disini, udara dingin menyelimuti seiring
dengan datangnya kabut, benar benar nuansa yang menyenangkan.
Kita dapat menyusuri tepian telaga
ini dan ada juga balkon kecil untuk duduk bersantai sambil menikmati udara dan
keanekaragaman fenomena alam yang mengelilinginya dan di antara rimbunnya
pepohonan, Anda bisa menyaksikan keindahan telaga berwarna-warni ungu cantik,
bergradasi dengan warna hijau di tengah, dan hijau pucat di pusat telaga.
Tidak jauh dari telaga warna dan
hanya bersebelahan terdapat telaga cantik lainnya yatiu Telaga Pengilon. Telaga
ini dapat digunakan untuk bercermin karena airnya yang jernih. Penduduk setempat
menyebutkan bahwa danau ini bisa mengetahui isi hati manusia. Mungkin kalian
penasaran, mengapa tidak mencoba datang dan lihat rupa wajah kalain di air
telaga ini.
Candi Arjuna
Eksotisme peradaban jaman
kerajaan bercampur dengan suhu dingin pegunungan merupakan perpaduan sempurna
yang akan kita temukan jika kita berkunjung ke Komplek Candi Arjuna Dieng.
Candi yang telah berdiri menantang dingin pegunungan ini telah berdiri sejak
abad ke 7. Candi yang berada di ketinggian 2093 mdpl ini merupakan wisata budaya
dan alam sekaligus. Untuk memasuki kawasan candi kita tidak akan ditarik tiket
kembali jika kita telah mengunjungi kawah Sikidang karena masih dalam 1 payung
pengelola.
Setelah gerbang masuk kami
disambut dengan hembusan dingin kabut yang melintas, sekali suasana romantis
mistis merasuki diri. Suasana yang teduh dan dingin di siang itu namun sayang
pemandangan pegunungan yang biasanya menjadi latar candi sejenak hilang
tertutup kabut. Melangkahkan kaki kembali kita akan disambut dengan candi candi
yang seolah tak terpengaruh segala
perubahan cuaca dan musim selama ribuan tahun lamanya, beberapa candi yang
berada dalam satu kompleks itu tetap kokoh
berdiri.
Gunung Prau
Berkunjung ke Dataran Tinggi Dieng
kurang lengkap rasanya jika tak mengunjungi tempat tertingginya. Melepas senja
dan menyambut sinar sang fajar dari ketinggian. Kali ini yang menjadi pilihan
adalah Gunung Prau. Sebuah gunung yang memanjang dan menyajikan sejuta
pesonanya.
Kami memulai perjalanan dari desa
Patak Banteng. Menyusuri bukit bukit diantara perkebunan warga, bertarung
dengan debu musim kemarau, menahan serbuan kabut yang tiba tiba datang, hingga
merayap di lereng dengan elevasi 45 derajat. Semua itu rintangan dalam perjalanan
yang harus kita tempuh sampai di puncak Gunung Prau.
Gunung Prau sendiri merupakan
tempat terbaik melihat sunrise selain di Bukit Sikunir. Kenapa aku katakan
terbaik? Karena disini kita dapat menyaksikan matahari yang terbit dari ufuk
cakrawala dan kita dapat memandang kegagahan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Dan menurut penilaianku Gunung Prau ini tempat dengan pemandangan pagi terindah
setelah Kawasan Gunung Bromo.
Kalimat kalimat sanjungan untuk
tempat ini memang pantas disemat oleh Gunung Prau. karena dengan medan
pendakian yang tak terlalu dibilang berat bahkan untuk pendaki pemula pun pasti
akan sanggup hingga di puncak yang hanya berjarak 3 – 4 jam berjalan kaki dari
Desa Patak Banteng atau Desa Dieng Kulon.
Gunung kembar Sindoro dan Sumbing
pun pasti akan menyapa kita di antara dingin pagi di Puncak Prau, embun embun
pagi yang menempel di rerumputan pun akan menambah semarak pagi itu. Sunguh tenang
dan damai, Terima kasih Dieng terima kasih Indonesia. Suatu saat aku pasti akan
berkunjung kembali.
Tulisan dalam post ini
dipublikasikan dalam keperluan Lomba Blog Visit Jawa Tengah yang bertujuan
untuk mengangkat potensi wisata dan budaya Jawa Tengah melalui posting blog.
0 komentar