“Serpihan surga itu memang ada”,
kalimat itu tertulis cukup besar di sebuah spanduk yang terdapat dalam salah
satu foto yang aku temukan pada saat browsing ketika aku mengetikkan kata air
terjun di situs pencarian google.
Sebuah caption spanduk yang menarik
perhatianku dan otomatis klik mouse langsung mengarah ke foto tersebut.
Ternyata foto adalah tautan dari sebuah blog yang menampilkan keindahan sebuah
air terjun yang bernama Tumpak Sewu.
Dan akhirnya tanpa sadar saat itu pun tangan mulai mengetik nama Tumpak
Sewu di situs google, dan tanpa sadar setiap tautan yang mencantumkan nama
tumpak sewu pun satu persatu aku klik.
Dan tanpa sadar pun aku mulai teracuni gambar gambar keindahan tumpak
sewu yang terdapat dalam blog blog. Semua blog akur serentak menyatakan tumpak
sewu itu indah. Dan fix kali ini aku benar benar teracuni, dan tak butuh waktu
lama aku pun segera mencari waktu untuk berkunjung ke air terjun yang konon
serpihan dari surga ini.
Pintu untuk menuju air terjun ini berada di perbatasan kabupaten malang
dan lumajang, tepatnya di kecamatan Pronojiwo. Jalur lintas selatan jawa timur
yang terkenal akan jalannya yang berkelak kelok karena tepat di utara berdiri
kokoh gunung tertinggi di Pulau Jawa.
Tinggi menjulang ke atas langit, guratan guratan besar tampak jelas di
badan sang Ancala yang menandakan jejak keganasan pada saat dia murka. Namun
dibalik keganasannya itu dia memberikan sisi kehidupan bagi masyarakat yang
hidup di lerengnya.
Menyimpan banyak cadangan pasir di jalur jalur lahar dinginnya. Yang
menjadikan pasir dari kawah Jonggring Saloko ini pasir kualitas nomor 1
khususnya di Jawa Timur. Setiap hari ratusan truk lalu lalang untuk menambang
pasirnya, ribuan orang pun menggantungkan hidupnya dari sang ancala semeru.
Setiap tikungan selalu kupandangi keelokan dari puncak Mahameru, dari
bawah sini terlihat jelas bagaimana kawah Jonggring Saloko memuntahkan awan
panas keudara. Seketika itu dalam hati terbersit kerinduan “Kapan aku bisa
mencumbu pasirmu kembali Mahameru?”.
Tepat sebelum perbatasan kabupaten Malang dan Lumajang spanduk besar
berada di pinggir jalan yang menunjukkan pintu masuk ke areal tumpak sewu. Menyusuri
jalan selebar mobil yang menuntun kami ke sebuah lapangan atau tepatnya lahan
parkir.
Lahan parkir yang tampaknya masih dalam tahap pembangunan, karena di
beberapa sudut terdapat tukang yang sedang membuat pagar di sekeliling lahan
parkir. Di atas pos kecil bertuliskan “Selamat datang di Coban Sewu”.
Usut punya usut ternyata jalur ke air terjun ini ada 3 dan dikelola oleh
masing masing pihak di 2 kabupaten yang berbeda. Dari sisi Malang akan
mengatakan air terjun ini sebagai Coban sesuai arti kata daerah Malang. Namun
dari sisi Lumajang lebih terkenal dan biasa disebut dengan Tumpak Sewu.
5 ribu per orang untuk tiket masuk. “Pak dari sini kita bisa turun ke Air
Terjun?” tanyaku pada bapak penjaga loket.
“Bisa mas, tinggal turun pake tangga. Aman kok, kalau terjadi apa apa
juga sudah ada asuransi. Tapi walaupun ada asuransi jalannya jangan seenaknya
mas tetep hati hati”. Timpal sang Bapak.
“Iya pak siap” sahutku kembali, tapi dalam hati agak lucu mendengar
perkataan bapak tadi. Siapa juga yang mau celaka walaupun kita sudah dilindungi
oleh asuransi.
Tumpak Sewu Dari Atas |
Di atas cerukan terdapat sungai kering dengan debit kecil berwarna coklat
yang membentuk sebuah air terjun. Namun yang tak disangka adalah di setiap
tebing di bawah sungai yang mengering itu keluarlah air yang berasal dari dalam
tanah.
Berdebit debit air yang mengucur keluar, dan sekilas tampak lebih bersih
dari aliran sungai diatasnya. Aliran air berjejeran membentuk setengah
lingkaran penuh. Bulu kuduk pun merinding menyaksikan kedahsyatan air terjun
ini.
Dan lagi lagi Gunung Semeru memberikan salah satu sisi kehidupannya. Air
air yang terus mengalir sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Saat ini sedang
musim kemarau yang di beberapa daerah mengalami kekeringan parah namun disini, air
yang keluar dari lereng semeru ini nyaris tiada henti. Timbal balik yang
sepadan antara semeru yang memberikan kehidupan dengan manusia yang selalu bisa
menjaga alam.
“Astaganagaaaa” aku terkaget kaget.
Aku terkaget kaget begitu mengetahui jalur untuk menuju dasar air terjun
yang terbilang cukup Ekstrim. Dari atas nampak sebuah tangga terbuat dari bambu
yang menurun kebawah dengan elevasi hampir 90 derajat dan aku perkirakan
jaraknya mencapai 25 meter.
Nyali mulai menciut melihat tangga bambu itu, dan sedikit aku perhatikan
tangga ini memang kurang safety karena hanya dililit dengan tali tampar dan
dipasak dengan paku paku.
“Ayooo kita turun rek” celetuk sekumpulan mbak mbak yang mulai menuruni
tangga.
“Ahhh masa aku kalah dengan cew seperti itu, gunung pun aku taklukkan,
masa tangga saja aku takut”.. sebuah dorongan dalam hati agar segera ikut
menuruni tangga bambu.
Tangga Bambu |
Detak jantung berdegup kencang, dengkul bergetar seirama dengan peluh
yang mulai bercucuran. Itulah perasaanku ketika melangkah dalam tangga bambu sempit
yang menempel pada dinding tebing.
Satu persatu kaki aku pijakkan dengan benar, mata tak henti hentinya
melihat pijakan dibawah agar tak terpeleset. Tangan selalu mencengkram erat
pegangan kayu di sisi sisi tangga. Bisa dibayangkan bagaimana jika pegangan
tangan terlepas atau kaki kita terpeleset?. Kita akan langsung jatuh bebas
kebawah, inilah yang menjadi momok jalur sisi malang ini.
Fiuhhhh... akhirnya tangga berhasil aku lewati. Namun beberapa tangga
yang tak kalah ekstrim masih menanti lagi dan yang berarti degup jantung masih
belum bisa untuk berhenti berpacu.
Tangga Ekstrim |
Bagaimana cara penduduk disini bisa membuat tangga seperti ini?. Sedikit kekaguman
akan arsitektur tradisional masyarakat pronojiwo ini. Bayangkan dengan bahan
bahan alami seperi bambu dan kayu rotan serta tanpa teknologi canggih mereka
bisa membuat tangga vertikal yang merayap di tebing yang kira kira setinggi 200
meter yang menjulang keatas.
Cobalah untuk menengok ke kanan, maka kalian akan bisa melihat kemegahan
dari Tumpak Sewu. Keindahannya bisa menjadikan obat penawar ketika melintasi
tangga bambu, dan pemacu semangat agar kalian segera melewati cobaan ini. Memang
untuk mencapai surga itu tak mudah.
Berhati Hati |
Setibanya di dasar kita akan sedikit menyusuri pinggiran sungai untuk
menuju ke dasar tumpak sewu. Aku tengok ke atas bagaimana hebatnya tangga yang
sudah aku lalui tadi dan secara tidak langsung menjadi momok pada saat kembali
pulang nanti.
Berjalan di antara dinding dinding tebing yang kokoh menjulang membuat
takjub siapa saja yang bertandang kesini. 5 menit aku susuri sungai yang berair
jernih dan dingin ini kakiku terhenti.
Aku terpesona dengan pemandangan yang ada di depan mata. Air terjun
raksasa yang berbentuk melingkar seakan menyambutku dengan percikan air yang
mulai membasahi muka dan tubuhku.
Megahnya Tumpak Sewu |
Subhanallah, Maha Agung Allah. Tumpak sewu yang sebelumnya hanya aku
saksikan dalam layar ponsel kini bisa aku saksikan sendiri.
Dari dasar sini, air yang keluar dari dalam tebing makin tampak jelas. Bagaimana
caranya dia keluar dari dalam tanah lalu meluncur deras kebawah dan terjun
bebas. Air yang keluar membentuk rangkaian air terjun di sekeliling tebing yang
membentuk setengah lingkaran dan menimbulkan kesan megah.
Kejernihan Air |
Pantas dia disebut Tumpak Sewu atau Coban Sewu karena air terjun yang
begitu banyaknya, berjejer dan bisa dianalogikan berjumlah seribu. Batuan tebing
yang jatuh kebawah pada masa lampau membuat tumpukan batu sendiri dan
menjadikan air terjun baru dari aliran tumpak sewu.
Menoleh ke depan, ke kiri, ke kanan yang ada hanyalah tebing tinggi
dipenuhi dengan air terjun. Buih air terbang melayang layang membiaskan cahaya
untuk menampilkan sebuah pelangi indah. Kepingan surga yang jatuh ke bumi
memang pantas disematkan pada tumpak sewu ini.
Membentuk Setengah Lingkaran |
Hanya ada beberapa warung di dasar tangga bambu tadi. Di warung
menyediakan ban ban dalam bekas yang diisi udara yang mereka sewakan kepada pengunjung.
Debit air yang besar dan sungai yang dangkal cocok digunakan untuk permainan
tubing.
Tanpa berpikir lama dan memang karena buih air yang semakin banyak
akhirnya aku memutuskan untuk bermain air di salah satu aliran air. Lindungi semua
perlengkapan elektronik kalian agar tidak terkena buih air. Karena di dasar
tumpak sewu hampir tak ada tempat untuk berlindung dari sergapan percikan air.
Kawasan tumpak sewu masih bersih dan alami terutama saat kita berkunjung
di dasar aliran airnya. Fasilitas toilet dan sampah masih belum ada, yang aku
harapkan adalah para pengunjung tak membuang sampah seenaknya.
Sambil berendam di sebuah aliran air terjun kecil dalam hati aku berharap
agar tumpak sewu ini masih bisa lestari sampai kapanpun. Agar semeru tetap
memberikan kelembutan dari air air yang mengalir dalam rimbanya hingga
memberikan kehidupan yang sampai di Tumpak Sewu.
3 komentar
Keren bang, asik asik bgt tripnya
ReplyDeleteYokk ikutan bang :D
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete