Sekarang sudah lewat setengah perjalanan untuk mewujudkan impian menjejakkan kaki di tanah tertinggi Sulawesi. Pagi tiba dengan sangat cepat, berbanding terbalik dengan langkah langkah kaki pada hari sebelumnya . Hingga akhirnya aku terbangun, terdiam dan teringat akan suatu hal, Puncak Latimojong masih jauh.
Jam
di tangan menunjukkan pukul 06.00 pagi. Sinar matahari nampak cerah dan
menerobos diantara rimbun dedaunan di pos 5. Matahari semakin beranjak naik
seiring dengan angan kami berdua antara aku dan Acen yang semakin menguap.
Bagaimana
tidak niat untuk berdiri di Puncak Latimojong menyaksikan keindahan warna warni
horizon pagi kini hanya berbekas menjadi impian yang masih belum bisa terwujud.
“Cen…
bangun cen, jadi ngejar sunrise gak kita?” aku coba membangunkan acen yang
nampaknya masih setengah sadar, walaupun alarm di hapenya sudah berbunyi dari
sejam yang lalu.
“Diluar
ujan kayaknya mas… pasti ga dapet sunrise kita” begitulah jawab acen dengan
aksen yang nampaknya menyuruhku untuk melanjutkan tidur.
“Bener
gak jadi nih?
“Iya
, gak jadi aja deh” timpal Acen kembali.
Aku
pun kembali masuk ke Sleeping bag mengatur posisi lalu melanjutkan tidur
kembali.
***
Sejam
berselang setelah semua membawa perbekalan dan peralatan yang dibutuhkan kami
pun segera memulai langkah kembali untuk “Summit
Attack”.
Suhu
udara pagi sejuk mengiringi langkah kami, namun di kejauhan bukit tinggi yang
aku lihat kemarin sore nampaknya sudah hilang tertutup kabut. Masih sepagi ini
tapi kabut sudah menutupi puncak, “semoga perjalanan nanti cuaca mendukung
langkah kami” gumamku pelan dalam hati.
Setapak
kecil menyempit dan mulai menanjak hebat selepas pos 5. Semakin jauh kaki
melangkah semakin berat pula medan pendakian yang menanti. Vegetasi pun
nampaknya sudah semakin berubah yang tadinya hutan dipenuhi dengan pohon pohon
besar kini berubah menjadi pohon pohon kecil dan tak begitu tinggi namun masih
rimbun memayungi kepala kami.
Jarak
dari pos 5 menuju ke pos 6 tak begitu jauh hanya sekitar 1 jam saja. Nampak
raut muka ceria masih terpancar ketika kami semua tiba di Pos 6. Dataran
lumayan luas yang nampak menyambut kami untuk beristirahat sembari mengumpulkan
tenaga untuk menerjang trek selanjutnya yang katanya paling panjang untuk
menuju pos 7.
Jalur Pendakian |
Ritme
berjalan kami cukup santai kala itu, melahap tanjakan demi tanjakan dengan
mantap dan beriringan.
“Awweeeeee….ayo
semangat” logat khas Bang Ipang kembali keluar menyemangati kami yang mulai
terengah engah menahan lelah.
“Tinggal
2 belokan lagi kita udah sampe pos 7” begitulah celoteh Bang Ipang.
Namun
kenyataannya apa yang dijalani tak seperti perkataan Bang Ipang. Dan yang pasti
menuju Pos 7 itu jauh sekali.
Trek
yang sedikit terbuka dengan cantigi rendahnya tiba tiba berubah dengan
pepohonan rimbun dan semakin rapat. Saking rapatnya sinar matahari yang ada pun
tak sanggup untuk menembusnya. Udara pun menjadi semakin lembab dan dingin.
Semakin
jauh melangkah ke dalam pohon pohon yang ada pun semakin terselimuti oleh lumut
lumut tebal. Udara lembab, dingin, sinar temaram menjadikan habitat yang sangat
pas untuk lumut tumbuh sehat.
Hutan Lumut |
Hutan
lumut mungkin itu nama yang tepat untuk tempat ini. Aku bingung mendeskripsikan
keindahan tempat ini seperti apa, aku seperti berada di tanah mimpi yang tak
pernah aku temui sebelumnya. Kalau kata Acen tempat ini seperti pada film “Alice N Wonderland”.
Neverland |
Namun
aku segera tersadar kembali jika puncak Latimojong itu masih jauh.
***
Setelah
berjalan sekitar 2 jam dari pos 6 jalan terjal akhirnya menemui ujungnya di
puncak sebuah bukit. Namun ini bukan akhir dari perjalanan panjang menuju
puncak Rantemario, ini hanya sekedar dataran yang bernama Pos 7.
Disisi
kiri terdapat sebuah lembah menurun yang berujung pada satu aliran air sungai
berair jernih. Dan di Pos 7 ini adalah sumber mata air terakhir sebelum kita
mencapai puncak Rantemario. Dari sini masih terlihat bukit yang masih tinggi di
seberang lembah dan aku berharap jika puncak Rantemario berada di bukit
seberang.
Kami
melanjutkan perjalanan. Jalur langsung kembali menanjak, Kabut mulai turun menghalangi
sinar matahari. Lalu vegetasi lebih terbuka dengan cantigi yang masih terlihat
di tepian jalur.
Tak
begitu lama berjalan akhirnya tanjakan sudah mulai melunak kemiringannya. Jalur
melandai, bongkahan bongkahan batu berbagai ukuran yang berceceran sudah mulai
kerap terlihat.
Dengan mulai berubahnya jalur pendakian yang mulai melandai ini aku semakin bersemangat untuk melangkah karena pasti puncak Rantemario telah dekat. Aku pun bertanya dengan semangat kepada Bang Ipang untuk memastikan semuanya.
“Sabar
bang, puncak ada di balik bukit sana” kata Bang Ipang.
“Berapa
bukit lagi memangnya?”
“Ada
sekitar 5 bukit lagi bang” Bang Ipang melanjutkan.
“Haahhh?”
aku kaget karena memang puncak Rantemario yang tak kunjung kami gapai, dan
perjalanan pun masih berlanjut.
Letih |
Langkah
kaki pun semakin pelan, menapaki jalur berbatu batu yang cenderung landai ini.
Sampai akhirnya aku pun berhenti dan terduduk tepat di atas bukit yang ke
empat. Tak lama berselang kabut untuk sesaat tersingkap. Di seberang sana
terlihat sebuah bukit yang nampaknya lebih tinggi dari tempat aku terduduk,
dipisahkan oleh sebuah lembah penuh dengan batu batu cadas.
“Itu
puncaknya ya Bang Ipang?”
“Iya
itu puncaknya, coba lihat… tugunya sudah kelihatan. Itu tuh yang ada
benderanya” sahut bang Ipang dengan nada yang selalu memberi semangat.
Secepat
kilat aku memicingkan mata dan ternyata benar Puncak Rantemario ada di seberang
sana di antara cantigi cantigi yang tumbuh pendek terdapat sebuah tugu dengan
bendera yang tertiup angina pelan. Itulah tujuan Puncak Rantemario.
Tanjakan Terakhir Sebelum Puncak |
“Rantemariooooo…..”
Sulis yang sedari tadi berjalan di depan berteriak setibanya aku mendekati
puncak.
"Terima
kasih Tuhan!," dalam kegembiran yang tak berlebihan, aku pun langsung terduduk
di tanah tertinggi di Pulau Sulawesi ini. Tak jauh dari tempat aku duduk
berdiri tugu trianggulasi yang menandakan ini adalah Puncak Rantemario dengan
ketinggian 3478 mdpl.
Kabut
tak henti hentinya menyelimuti puncak Rantemario, jarak pandang pun semakin
terbatas namun hal itu tak bisa menutupi rasa bahagia kami semua setibanya di
Puncak tertinggi Sulawesi ini. Senyum sumringah menutupi semua rasa kelelahan
yang pastinya semua dari kami rasakan.
Shinta,
Sulis, Lidya, dan Anna yang tampaknya sudah berencana memakai baju merah
nampaknya sudah saling berpose di tugu yang bertuliskan “Puncak Rantemario 3478
mdpl”
Tak
mau ketinggalan aku pun meminta untuk bergantian berpose di tugu yang bisa
dikatakan dambaan semua pendaki di Indonesia. Ya karena memang Gunung
Latimojong ini adalah salah satu gunung dari “7 summit of Indonesia”.
Begitu
pula acen dengan sepanduk Jalan Pendakinya dia bentang kan dan meminta kami
semua berpose bersamanya. Bang Ipang, rafli, dan Bojes yang sudah berkali kali
datang ke Rantemario pun ikut bersuka cita bersama.
Full Team |
Namun
dari pendakian ini aku merasa sangat kecil, tak ada apa-apanya dibandingkan
dengan ciptaan Sang Maha Kuasa. Sungguh, rasa gamang berdiri di puncak
tertinggi Sulawesi ini telah menyadarkan bahwa inilah hidup. Tak ada yang perlu
dibanggakan dengan ketinggian apapun bentuk ketinggian tersebut. Kita hanya
butiran debu dibandingkan apa yang ada pada alam semesta. Namun bukan berarti
butiran debu tak boleh bermimpi dan berusaha untuk mewujudkan semua impian.
Dari puncak Gunung Latimojong, Rantemario ini aku meninggalkan pesan. Semoga kita bisa berpelukan kembali dengan kisah-kisah yang penuh kenangan. Terima kasih telah mengizinkan kami semua menjejakkan kaki di tanah 3478 meter diatas permukaan laut.
Bismillah….
Kini
aku melangkah turun dari Puncak Rantemario, melangkah menjauh, perjalanan turun
masih sangat panjang, tapi semua akan aku coba nikmati.
4 komentar
Budget berapa Mas dari Jakarta ? 7 hari cukupkah ?
ReplyDeleteSalam kenal
Agustinus - Bekasi
Cukup banget mas, bisa keliling toraja sama makassar juga itu. Dulu orang 8 habis 600 ribuan untuk transport disana + perbekalan
Deleteuewwwww,,,, sip bang, bang w mau nanya, soal dr bandara ke karangan gmn ?
Deletemohon dijawab ya Bang, Mei ke sana plan...
mohon email ke agustinus_dwiantoro@yahoo.com
Hi thanks for pposting this
ReplyDelete