Langit gelap baru saja berganti terang. Rona kelamnya hilang seiring datangnya terang. Dari kejauhan nampak bukit Nusa Ceningan masih setia menemani ombak yang memecah batuan di tepi Samudra Hindia. Angin berhembus semilir membawa kedamaian hari ini, sungguh sebuah pagi yang sempurna.
Kemarin
sore aku bersama 4 kawan seperjalanan datang ke Pulau yang biasa disebut Nusa
Penida dengan menumpang boat selama 45 menit perjalanan dari Sanur. Dari
berbagai tempat yang berbeda akhirnya kami berkumpul di Bali untuk melakukan
perjalanan menjelajah keindahan dari bali namun dari sisi yang lain.
Pagi
sekali kami memulai perjalanan hari ini, dengan hasrat untuk dapat menjelajah
dengan waktu semaksimal mungkin. Gas motor sewaan ini aku tekan dengan konstan
sembari menikmati suasana yang ada selama di perjalanan.
Toyapakeh |
Tak
banyak lalu lalang kendaraan, mungkin bisa dihitung dengan jari berapa kali
kami berpapasan dengan kendaraan lain. Sekilas tanah Nusa Penida ini kering dan
berbatu, tak nampak banyak ladang yang teraliri air. Hanya tumbuhan sejenis ubi
ubian dan jagung yang dapat bertahan dengan baik di tanah kering seperti ini.
Namun
dibalik itu semua saat aku lihat wajah dari penduduk sekitar yang aku lewati
aku sedikit bisa menyimpulkan jika dari raut wajah mereka memancarkan kedamaian
dan ketenangan berbaur dengan alam di Nusa Penida. Hal seperti ini jamak
ditemukan di Nusa Penida. Terbentang sepanjang 202,840 kilometer persegi, pulau
ini menawarkan beragam daya tarik alam, budaya, dan bahari yang mengundang
siapapun untuk bertandang, termasuk kami berlima.
Adalah
Pasih Uug atau biasa disebut “Broken Beach” yang akan menjadi persinggahan
pertama kami untuk mengenal lebih dekat keelokan dari Nusa Penida. Dari
penginapan di Toyapakeh kami sambung dengan perjalanan darat menggunakan motor
selama 45 menit. Jalanan yang semula mulus berubah menjadi jalanan berbatu naik
turun. Belum lagi banyaknya persimpangan tanpa petunjuk arah yang jelas memaksa
kami untuk lebih aktif bertanya pada penduduk lokal.
Upacara Adat Penduduk Nusa Penida |
“Billabonggg
…… Billabonnggg…..!!” teriak seorang bapak yang sedang membonceng anaknya
tersenyum sumringah ketika melewati motor kami yang terseok seok dijalanan
menanjak berbatu. Aku hanya tersenyum melihat tingkah polah bapak itu. Dia
seakan tahu kemana kita akan pergi dan seakan memberikan kode jika arah kami
ini benar untuk menuju ke Pasih Uug dan Angels Billabong.
Jalanan
kerikil beratap pohon kering-kerontang menemani laju motor matic pinjaman ini
dan berujung pada sebuah tanah latar lumayan luas. Mungkin disini tempat
terakhir untuk bisa memacu motor, karena jalur didepan menyempit ditepi sebuah
tebing curam berbentuk melingkar. Setelah memarkir kendaraan aku mencoba
melangkah dan melihat tebing curam di depan sana.
Broken Beach |
Abrasi
air laut yang membentur tebing karang selama ratusan tahun yang membuat tempat
ini begitu indahnya. Memandang jauh ke belakang nampak liukan tebing tebing
yang bertatapan langsung dengan samudra berair biru jernih. Di tengah terik
panas matahari siang itu, Pasih Uug bagaikan oase yang dapat meneduhkan setiap
orang yang mengunjunginya.
“Fotoin
aku dong disini” pinta si Lintang dan Octa
“Geser
dan duduk agak kepinggir namun tetap hati hati yahh” ujarku pada mereka
Dan
jeprettt… sebuah momen yang tertangkap di kamera yang mungkin akan kita
banggakan karena kita pernah berkunjung ke tempat seindah Pasih Uug.
Pantai ini diberkahi keindahan yang tiada tara bandingannya. Unik dan yang pasti akan membuat siapapun terpana melihat biru air dan jembatan alami yang terdapat disini. Berjalan mengelilingi tebing akan menemukan persperktif pemandangan yang berbeda beda.
Dari sudut lain |
Seiring
dengan meningginya matahari semakin banyak pula para pengunjung yang datang. Kini
Pasih Uug telah menjadi idola dan pemuas hasrat bagi para pecinta wisata alam
apalagi nama Nusa Penida yang semakin melambung belakangan ini.
Dibalik
semua itu aku berharap agar Pasih Uug ini tetap terjaga keasriannya dan
kebersihannya walaupun terbersit rasa sedikit pesimis ketika aku membaca sebuah
plang besar tertacap bertuliskan “Tanah ini milik Premium Property, tidak
dijual”. Aku heran bisa bisanya tempat terpencil nan indah seperti ini sudah
dikuasai sebuah developer. Perlu peran para pemerintah dan kita semuanya untuk
tetap menjaga kelestarian warisan alam nan indah ini, agar kita semua bisa
sadar dan peduli.
4 komentar
Hore!!
ReplyDeleteWoyooo
DeleteGilak keren banget! Warna hijau toskanya menggoda. Rasanya Bali nggak ada habisnya dan nggak ada bosennya ya.
ReplyDeleteNggak sengaja ketemu blog ini dari jalanpendaki. Salam kenal ya. Btw kalau boleh sedikit masukan, kilometer persegi itu luas, bro. Jadi kurang pas kalau dibilang "membentang sepanjang" hehe. Keep blogging!
Salam kenal juga ya bang... makasih atas koreksinya, hehee.. thanks juga udah mampir bang :)
Delete