Desa
Pujon Kidul menjadi tempat tujuanku kali ini, desa kecil yang berada di kaki
Pegunungan Putri Tidur. Udara sejuk khas pegunungan menyergap ketika aku
membuka pintu mobil.
“Mobil
bisa dibawa sampai parkiran atas mas? Tanyaku pada penjaga pos pembayaran.
“Bisa
mas kalau yang nyetir udah ahli”, sahut mas mas berwajah ramah ini.
“Jalannya
sempit ya? Sudah ada mobil yang naik tadi mas? Tanyaku mencecar, karena dalam
hati agak ragu juga dengan medan yang belum aku kenal.
“Belum
ada mas, sampean yang pertama hari ini. Dari sini juga masih 4 km lagi”.
“Wahh
jauh juga kalau jalan, yasudah saya coba dulu deh mas” sahutku kembali.
“Gimana
siapp kalian?” timpalku pada Fita, Yasmin dan Gallus
“Woyooooo…lanjuttt”
jawab mereka serentak.
Jalur
langsung masuk hutan pinus yang masih sangat asri, dengan kecepatan konstan aku
pacu mobil melewati jalur tanah berbatu. Aku matikan ac dan membuka semua
jendela agar udara bersih bisa leluasa masuk.
Jalur
meliuk liuk menembus lebatnya hutan. Jalur lumayan lebar di beberapa titik
terdapat lahan luas untuk menempatkan mobil jika sewaktu waktu dari depan
muncul mobil dan berpapasan. Jalur juga tak terlalu menanjak dengan kiri kanan
bukan jurang menganga jadi perasaan wawas sedari tadi di pos kini mulai sirna.
Lambaian
penjaga parkir pun menyambut kami setibanya di parkiran atas, dan memang benar
hanya ada mobil kami pagi itu. Pengunjung lain kebanyakan menggunakan sepeda
motor. Parkiran atas ini sekilas terawat bersih dengan deretan warung berjejer,
toilet bersih pun tampak tertata bersih dan rapi. Nampaknya pesona Coban Sumber
Pitu ini mulai menggeliat, terbukti dengan fasilitas yang sudah baik dititik
awal ini.
Jalur setapak awal |
Jalan
setapak kecil siap kami pijak selepas parkiran. Pohon pohon besar nan rindang
memayungi kami dari sinar matahari terik. Langsung menanjak itulah gambaran
tentang jalur menuju Coban Sumber Pitu. Namun tak perlu khawatir jalur setapak
sudah dibuat sedemikian rupa agar pengunjung dapat berjalan dengan nyaman. Kayu
kayu ditata dengan rapi hingga membentuk undakan undakan kecil untuk memudahkan
kita melewati jalur.
“Istirahattt….”
Teriak Dek Yasmin sambil ngos ngosan.
Entah
sudah berapa puluh tangga kami lewati, dari perjalanan awal ini sudah dapat aku
tebak jika perjalanan kali ini tidak bisa dikatakan mudah. Beberapa ratus meter
di depan nambah vegetasi pepohonan rapat mulai terbuka. Debu debu berterbangan
dari injakan pengunjung yang mendahului kami yang mulai kelelahan.
“Ayoooo…
sedikit lagi, istirahat disana saja di bawah pohon” seruku pada Fita dan Yasmin
yang mulai nampak semakin lelah menghadapi jalur yang semakin menanjak, berdebu
dan tentunya menguras tenaga. Hujan masih jarang menyapa desa Pujon Kidul ini
nampaknya. Jalur tetap berdebu selepas pos pertama yang kami lewati namun
kemiringannya mulai bersahabat. Sinar matahari nampak sangat menyengat namun
udara yang menerpa ini sejuk, bukti sahih jika kami telah berjalan cukup tinggi
di lereng Pegunungan Putri Tidur.
Jalur terbuka dan berdebu |
“Masih
jauh?.. Dimana air terjunnya?... Kok jauh ya? .. satu persatu pertanyaan
gelisah dari Fita dan Yasmin mulai keluar seakan mereka tak siap mengahadapi
jalur “Semi Pendakian” ini.
“Itu
kayaknya sudah dekat, air terjunnya ada dibawah lereng ini”
“Itu
di depan jalur sudah enak kok, sudah gak menanjak dan nanti turun terus”.. sama
seperti mendaki gunung, perjalanan menuju Coban Sumber Pitu ini aku juga sering
mengeluarkan kalimat penyemangat. Perlu sedikit kebohongan agar mereka kembali
semangat menerjang jalur. Sebelah kanan jurang dalam yang aku perkirakan di
bawah adalah aliran air dari Coban Sumber Pitu, namun jalur masih aman karena
lebar dan dilindungi semak semak dan pepohonan rendah.
Perlahan
dan perlahan kami berjalan dan cenderung sangat santai. Ketika melihat sebilah
potongan batang pohon dibentuk menjadi kursi sederhana kami langsung berlarian
dan merebahkan badan. Semilir angin makin sejuk dibawah pohon rindag begini,
tak apalah memejamkan mata barang 5 menit sambil menikmati suara dedaunan yang
bergerak pelan. Sungguh suasana yang mendamaikan hati.
Coban Siji
“Masih
jauh kah mas?”
“Sedikit
lagi, itu dibawah sudah kelihatan, semangat mas” ujar sekelompok pemuda berbaju
basah yang nampaknya mereka tadi bermain air di Coban sana.
Tak
sabar rasanya untuk segera merasakan kesegaran airnya apalagi kami yang sudah
kelelahan dan kepanasan di jalur terbuka tadi. Kaki semakin cepat melangkah
apalagi jalur mulai terus menurun. Benar saja suara gemuruh air mulai terdengar
dan tak lama sebuah air terjun menampakan wujudnya dari kejauhan. Dari bentuknya
aku sudah dapat menebak jika air terjun di depan ini adalah Coban Siji atau
Coban Tunggal karena aliran airnya yang hanya satu.
Mengintip dari kejauhan |
Suasana
nampak semakin teduh dan sejuk saat kami mulai mendekati Coban Siji apalagi
mega mulai menutupi sinar matahari dan ini pun menjadi pertanda jika kami sudah
berada di ketinggian.
Gemuruh
suara Coban Siji nampak terdengar nyaring seakan ingin menunjukkan debit airnya
yang cukup besar. Air yang jatuh dari atas membentuk sebuah aliran sungai yang
mengalir kebawah dan bertemu dengan aliran sungai lain dari sebelah kiri. Tertarik
akan sungai dari sebelah kiri ini aku susuri sedikit dan melongok keatas. Nampak
tebing tinggi curam dengan jalur berundak menuju keatas, dan sekali lagi aku
tebak itu pasti Coban Sumber Pitu yang akan kami tuju.
Coban Siji |
Air
begitu melimpah di titik ini karena dua aliran air bertemu menjadi satu. Sifat kekanakan
kami pun muncul di tempat seindah ini. kami berlarian sendiri sendiri menuju
titik dimana kami ingin menikmati kesegaran air. Dingin sekali air ini pikirku,
bukan sejuk lagi namun hampir seperti es yang baru keluar dari kulkas.
Selain
bermain air ada satu lagi hal yang menggoda di tempat kaya akan aliran air
seperti ini yaitu membekukan momen dengan jepretan kamera. Air yang melewati
sela sela bebatuan yang berserakan sangat menarik untuk dijadikan objek foto
dengan sedikit teknik slow shutter.
Coban Sumber Pitu
Menapaki
anak tangga berundak undak dan terjal adalah tantangan jika ingin mengunjungi
Coban Sumber Pitu. Undakan kayu sudah sangat rapi tertata yang memudahkan kaki
kita untuk melangkah. Disisi kiri jurang dalam menganga dan didasarnya adalah
aliran dari Coban Sumber Pitu diatas sana yang mulai menampakkan dirinya.
Menengok
kebelakang mulai nampak seberapa tinggi aku mulai berjalan. Dan terbayang
betapa beratnya jalur dahulu ketika anak tangga ini belum ada. Yang ada pasti
hanya tanah licin dengan kemiringan tajam dan jika terpeleset jurang dalam
sudah menanti kita disebelah kiri. Sedikit ngeri memikirkan masa lalu namun
saat ini Coban Sumber Pitu sudah bersolek dan siap untuk memanjakan para
pengunjungnya yang merindukan keasrian alam.
Tanjakan sebelum Coban Sumber Pitu |
Sebuah
batang pohon besar teronggok disamping jalur berlatar tebing tinggi dan di
tengahnya muncul 7 sumber yang membentuk rangkaian coban atau yang biasa
disebut Air Terjun. Sebuah komposisi yang sangat pas jika dibekukan dalam
bingkai foto pikirku.
“Dek…coba
kamu duduk disana, tapi hati hatinya jangan terlalu minggir”. Dan benar saja
sebuah foto epic pun aku dapatkan. Inilah Coban Sumber Pitu sebuah surga kecil
di lereng Pegunungan Putri Tidur.
Meneruskan
langkah untuk semakin mendekat ke aliran Coban Sumber Pitu. Semakin dekat
semakin jelas pula kemegahan Coban ini. Air nampak keluar dari tengah tengah
tebing tinggi diatas sana, sejajar berjumlah tujuh, dan seakan padu mengeluarkan
air berdebit hampir sama. Dedaunan perdu yang menempel di dinding tebing
menambah kesan asri dan teduh. Sekilas hampir sama seperti Air Terjun Benang
Stokel di Pulau Lombok sana, persis namun keduanya memberikan keindahan khas
yang berbeda.
Termangu
dan termenung melihat keindahan yang ada di depan mata. Terselip satu
pertanyaan bagaimana tempat ini bisa tercipta? Menebak nebak dengan alasan
rasional yang aku bisa namun yang pasti tempat ini tercipta ketika Tuhan sedang
tersenyum.
Coban Sumber Pitu |
Melihat
kekanan aku menemui jalur dari bawah masih menyambung keatas, dan untuk
sekalian aku menebak pasti itu menuju Coban Papat seperti yang tertulis di
parkiran mobil tadi jika satu kawasan ini memiliki 3 Air Terjun berbeda, mulai dari
Coba Siji, Coban Sumber Pitu, dan Coban Sumber Papat.
Coban Sumber Papat
“Masih
kuat gak?” tanyaku pada yang lain
“Masih,
ayok lanjut aja..nanti balik terus mandi disini mas” sahut Fita.
Menapaki
jalur menanjak kembali dan tetap dengan anak tangga kayu tersusun rapi. Dari jalur
ini Coban Sumber Pitu dibelakang makin cantik jika dilihat dari ketinggian. Berhenti
sebentar untuk mengambil beberap foto kami pun melanjutkan langkah kaki
menyusuri jalur menuju Coban Papat.
View dari ketinggian |
Hanya
5 menit berjalan dengan jalur datar yang sedikit berkelok kelok kami tiba di
Coban Sumber Papat. Karakter air terjunnya hampir sama dengan Coban Sumber
Pitu, aliran air keluar dari tebing namun tak begitu tinggi dan berjumlah empat
atau papat dalam bahasa jawa. Hanya ada kami berempat di Coban Papat saat itu,
suasana lebih tertutup dengan pepohonan besar di sekeliling dan tepat di bawah
pohon terdapat makam lengkap dengan batu batuan nisan dan sesajen diatasnya.
Kesan
wingit sangat terasa di Coban Papat, aku pun tak berani mengambil gambar dari
makam yang mungkin di keramatkan ini. tak berani banyak bicara di areal makam
aku pun mengajak yang lain untuk lebih mendekat ke aliran Coban Papat untuk
menghilangkan kesan seram dan wingit yang hinggap.
Coban Sumber Papat |
Setelah
dirasa cukup kami pun kembali ke Coban Sumber Pitu dan meninggalkan segala
prasangka akan makam wingit di Cobat Papat. Meletakkan segala peralatan aku
coba untuk mendekat ke bawah aliran air Coban Pitu.
“Hahhhhh
dingin bangetttt….” Sumpah ini dingin banget seperti es batu dari freezer
kulkas ditumpahkan di atas kepala kemudian meluncur keatas tubuh. Kepalaku
sampai pusing merasakan air yang begitu dingin ini. Tak sampai 5 menit aku
bertahan di aliran airnya aku segera berlarian menuju tempat Fita yang nampak
terkekeh melihat aku yang gemetar kedinginan.
Puas
mencoba aliran air Coban Sumber Pitu aku rasa sekarang cukup disini duduk
menikmati suasana. Termenung cukup lama dan pikiranku pun melayang betapa Desa
Pujon Kidul ini diberikan anugerah alam yang indah dan kini Ciptaan Tuhan yang
indah ini pun dapat menghidupi warga yang ada aliran airnya. Gelombang
wisatawan yang semakin berdatangan menjadikan berkah bagi masyarakat Coban
Kidul.
Dan
semoga dengan semakin bergaungnya nama Coban Sumber Pitu ini juga berjalan
selaras dengan kesungguhan pengelola dan para pengunjung untuk membebaskan
tempat seindah ini dari sampah. Butuh kesadaran kita bersama untuk mewujudkan
semua itu karena pada hakikatnya kita sebagai manusia harus berjalan seiring
denga alam, karena alam sendiri lah yang senantiasa memberikan kehidupan bagi
manusia yang kecil di hadapan Semesta Alam apalagi di hadapan Tuhan.
1 komentar
This permits you to cut back Direct CNC tight tolerances whereas maintaining components’ important efficiency wants and saving costs. Screen printing, recognized as|also called|also referred to as} silk-screening, employs fine polyester mesh and a blade to apply the ink to specific sections of the metal part. During the process, stencils help to guard the areas the place ink mustn't reach. The stencils are fastidiously positioned to attain exact design features. Type II– this amortization uses sulfuric acid to provide a robust and corrosion-resistant layer on the product’s floor. Type I – includes the creation of a skinny layer on the metal floor with the use of of} chromic acid.
ReplyDelete