“Satu… dua… tiga… empat… ehh disana masih ada lagi ding jadi lima”
Jari jari tangan menunjuk nunjuk dan bola mata mencari apakah masih ada yang terlewat dari pandangan apa tidak. Begitulah keseruan saat aku, Fita, Yasmin dan Gallus tiba di sebuah tebing yang langsung berhadapan dengan ngarai besar, super panjang dan menyimpan banyak air terjun di sisi tebing tebingnya.
Sekilas
pandang mirip dengan Grand Canyon namun dengan versi yang lebih hijau nan
subur. Dan dapat aku pastikan jika air terjun yang aku tunjuk kebanyakan pasti
masih sangat alami dan perawan, sekilas jalur untuk menuju kesana terkesan
sulit karena terletak diantara tebing nan tinggi menjulang dan disisinya
mengalir sungai deras membawa air yang terbawa dari Gunung Semeru.
Namun
dari sini kami masih menebak nebak mana gerangan Air Terjun yang bernama Kapas
Biru. Apakah yang terletak paling jauh diujung sana? Apa yang disebelah sini?.
Daripada terus menebak nebak lebih baik kami segera melangkah karena jalur pun
sudah siap menyambut kami.
Jalur
langsung menurun meliuk liuk dengan deretan anak tangga yang sudah disediakan
oleh pengelola. Kaki dan tangan berayun seirama dengan bola mata yang tak henti
hentinya memandan keelokan ngarai yang ada disebelah kanan, hingga langkah kaki
terhenti pada sebuah tangga vertical dengan kemiringan hampir 90 derajat.
Dengan memantapkan niat kami berempat satu persatu menuruni anak tangga dengan
perlahan dan pasti. Jalur trekking yang terus menunurun menyiratkan betapa berat
perjalanan pulan nanti.
Dasar Ngarai Dengan Sungai Glidik Di Bawahnya |
Ketika
jalur menurun sudah menemui ujungnya kamipun sudah sejajar dengan bibir sungai
bernama Glidik yang aku lihat dari atas sebelumnya. Memang begitu deras aliran
airnya, membawa berkubik kubik air bercampur pasir yang menjadi berkah paling
dinanti bagi para penambang pasir yang beroperasi di sisi selatan lereng Gunung
Semeru.
Jalur
mulai melandai dengan sesekali melintas beberapa air terjun kecil yang jatuh
langsung dari tebing vertical di sisi kiri kami berjalan. Sejenak aku hentikan
langkah menikmati kesegaran airnya dibawah sinar matahari yang menyengat
sembari memperhatikan tebing tebing yang menjulang, disini pun aku dibuat
bertanya tanya “Bagaimana tempat ini bisa tercipta?” Apa karena aktivitas
vulkanis Semeru yang mengukir ngarai dengan banyak air terjun seperti ini?
“Yang
mana air terjunnya mas?” tanya Gallus
“Pasti
yang itu lhooo, yang paling jauh diseberang sana?” Ujar Yasmin menambahkan.
“Udahlah,
jalani saja…nanti juga tau sendiri yang mana air terjunnya” Ujarku sambil
terkekeh melihat kelakuan dua saudaraku yang nampak sudah kelelahan.
Setelah
hampir 40 menit berjalan jalur memasuki sebuah dataran luas dengan kiri kanan
terdapat beberapa petak sawah yang nampaknya tak terurus. Jalur meliuk kekiri
menjauh dari air terjun yang ditunjuk oleh Gallus dan Yasmin sebelumnya.
Jembatan bambu tua seakan menjadi gerbang selamat datang seiring dengan bunyi
gemuruh yang semakin terdengar kencang.
Sang
Kapas Biru pun kini menampakkan wujudnya. Suasana teduh dan udara sejuk seakan
menyambut kami dengan ucapan selamat datang. Sinar matahari masuk diantara
beragam tumbuhan yang menjadi kanopi alami. Air yang nampak dengan jatuh dengan
bebasnya menciptakan bulir bulir air selembut kapas yang terbang tertiup angin
lembut.
Tak
terasa kaki semakin ringan untuk melangkah bahkan berlari melupakan semua rasa
pegal. Keringat yang keluar perlahan menguap ketika udara segar membelai tubuh
kami. Sejenak aku rebahkan tubuh di sebuah batang bamboo yang direntangkan
menjadi sebuah kursi. Aku hirup dalam dalam kedamaian yang ditawarkan oleh
Kapas Biru. “Sempurna”… itulah yang aku rasakan.
Kini
aku bangkit dan segera mengajak yang lain untuk lebih mendekat ke area Air
Terjun untuk mencari beberapa foto. Tripod aku pasang dengan kamera yang sudah
menancap di ujungnya. Bergantian aku mengarahkan Fita, Yasmin dan Gallus untuk
aku ambil gambar dengan background sang Kapas Biru. Tak ketinggalan pula aku
pun turut serta untuk ambil bagian di dalam bingkai foto, karena memang sayang
jika berada di tempat seindah ini kita tak mengabadikannya.
Dalam
layar kamera aku coba mengamati beberap hasil foto yang didapat. Aku coba
cermati di beberapa bagian foto terdapat warna biru dalam aliran airnya dan
dalam sekejab pun aku bisa ambil kesimpulan jika nama Kapas Biru berasal dari
percikan air yang deras hingga menimbulkan buih buih air dengan warna kebiruan.
Kapas
Biru mempunyai keunikan dari tempat jatuhnya air di antara tebingnya. Berbentuk
kerucut kecil yang sekilas air bak keluar di tengah bagian tebing. Mengalirkan
air yang begitu derasnya dan membuat serpihan air selembut kapas. Dengan seiring
berjalannya waktu nama Kapas Biru semakin tenar diantara telinga para penggiat
alam bebas, apalagi dengan semakin banyaknya foto Kapas Biru di setiap lini
masa menjadikan Kapas Biru bak surga tersembunyi yang baru ditemukan.
Gelombang
pengunjung pun semakin berdatangan. Tentu sesuai dengan harapan warga sekitar,
dengan ramainya pengunjung semakin besar pula rezeki yang datang untuk warga
yang tinggal di sekitar Kapas Biru. Namun sejalan dengan gelombang wisatawan
yang semakin besar dalam lubuk hati yang paling dalam aku berharap agar kita
semua (Saya, kalian, dan warga sekitar) mempunyai kesadaran untuk selalu
menjaga keasrian dan kebersihan Kapas Biru yang sangat indah ini.
0 komentar