Siang hari itu
matahari seakan enggan untuk menampakkan sinarnya atau memang mungkin dekapan
awan yang membuat ia enggan bersinar dengan terang. Tapi memang inilah wajah
pegunungan flores. Kabut silih berganti, datang dan pergi membalut deretan
bukit bukit di sekitar daerah Cancar Kabupaten Manggarai Barat. Aku ditemani
beberapa kawan setia menunggu dekapan kabut ini menghilang. Kami penasaran
dengan apa yang orang bilang sawah dengan bentuk jaring laba laba.
“Kalau kabut su
hilang, nanti kakak dapat lihat itu sawah laba laba di depan sana”
Begitulah ucapan dari
beberapa anak asli dari Desa Cancar ini. Mereka bergerombol hilir mudik
berjalan dari menyusuri punggungan bukit yang memanjang. Dengan candaan candaan
ringan, menambah semarak suasana diantara mereka. Bagaikan tempat bermain
paling mengasikkan bukit ini mungkin menjadi jadwal kunjungan wajib setiap sore
sebelum matahari menghilang.
Tak berselang lama
anak anak itu pun kembali berteriak girang sambil menunjuk nunjuk sesuatu di depan
mereka. 15 menit menunggu akhirnya angin bertiup kencang dan menyapu kabut
pekat yang sedari tadi nampak setia memeluk dataran di seberang sana. Dan kini
Sawah dengan bentuk seperti jaring laba laba pun muncul tepat dihadapan.
“Kakk..itu su
kelihatan sawahnya…!!!”
“Ohhh iya bener
kabutnya udah hilang” sahutku kemudian bergegas mengeluarkan kamera dari dalam
tas. Sedikit tergesa gesa juga karena takut kabut kembali turun dan menutup
pemandangan sawah unik di bawah sana. Sungguh unik melihat sawah dengan bentuk
seperti ini, karena memang tak ada dimanapun yang menyamai Sawah dari Desa
Cancar.
15 menit menunggu
akhirnya angin bertiup kencang dan menyapu kabut pekat yang sedari tadi nampak
setia memeluk dataran di seberang sana. Dan kini Sawah dengan bentuk seperti
jaring laba laba pun muncul tepat dihadapan. Dibalik kekagumanku memandang
bentuk persawahan yang unik ini, di dalam kepala pun muncul pertanyaan. Kenapa
sawah penduduk cancar berbentuk sarang laba laba? Pasti ada maksudnya kan?
Menurut info dari
beberapa warga yang aku temui. Mereka menuturkan jika sawah ini dibuat karena
dari tradisi turun temurun dari para warga Cancar. Sistem pembagian lahan pada
awalnya. Sistem pembagian lahan sawah oleh leluhur Manggarai ini dilakukan
secara berpusat. Dimana titik nolnya berada di tengah-tengah.
Polanya dengan menarik
garis panjang dari titik tengah yang dalam bahasa Manggarai disebut lodok
hingga ke bidang terluar atau cicing. Filosofinya mengikuti bentuk sarang
laba-laba, dimana lodok, bagian yang kecil berada di bagian dalam atau tengah
dan keluarnya makin lama semakin berbentuk lebar. Pembagian lahan sawah juga mengikuti
rumus jari tangan yang disesuaikan dengan jumlah penerima tanah warisan dan
keturunannya.
400 meter panjang
jalanan menanjak hingga sampai di puncak bukit. Para pengunjung harus menapaki
anak tangga yang dibuat dari tumpukan tanah yang menggunakan bambu sebagai
penahan mengikuti jalan berbentuk zig-zag dengan memegang pagar bambu sebagai
pegangan di pinggirnya. Jalur dibangun dan diberdayakan oleh penduduk sekitar
karena kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Apalagi kini
Sawah Jaring Laba Laba seakan menjadi destinasi wajib bagi para wisatawan
setelah berkunjung ke Desa Waerebo. Berada tepat di tepian jalan Trans Flores
menjadikan sawah laba laba ini menjadi destinasi yang diunggulkan kini.
Tingkat ekonomi
disekitar bukit pandang pun aku rasa mengalami peningkatan. Beberapa toko
disekitaran tempat parkir ramai dengan pembeli. Ditambah dengan dagangan lokal
asli berupa kain tenun yang dijual seharga 300 sampai 500 ribu rupiah dan kopi hasil
pertanian pun menambah daya tarik untuk wisatawan.
0 komentar