Pukul 5 pagi matahari untuk
pertama kali mulai menampakkan sinarnya. Lembut dan perlahan seiring dengan
laju kapal Ferry yang juga perlahan menerjang Laut Jawa. Sudah 8 jam kapal ini
berlayar dari pelabuhan gresik dengan tujuan Pulau Bawean yang berada di garis
paling luar dari Kabupaten yang berjuluk “Kota Pudak”. Bawean adalah sebuah
gugusan pulau yang berstatus “Cagar Alam” dan mulai digadang gadang menjadi
tujuan wisata utama di Kabupaten Gresik.
Tepat pukul 6 pagi
Kapal Ferry akhirnya menyentuh dermaga. Orang orang nampak riuh rendah
menampakkan wajah bahagia begitu pengeras suara menandakan pintu kapal sudah
dibuka dan penumpang sudah bisa keluar. Dari geladak samping beberapa penumpang
nampak melambai lambaikan tangan kepada orang yang berada dibawah sana seakan
mengabarkan “haii, aku sudah kembali kerumah”. Beberapa orang lagi nampak
bergegas dan ingin menerobos barisan penumpang yang antri menuruni tangga
menuju pintu keluar.
Pulau Bawean Dilihat Dari Kapal Ferry |
Ketika mulai berjalan
keluar dari kapal dan menyusuri jalanan aku merasa tempat ini tak asing.
Suasana dan pemandangan yang hampir bisa dikatakan mirip. Yaaa aku seperti
sedang melangkah masuk di Karimun Jawa. Berbeda posisi memang tapi dalam hati
menginginkan apa yang akan aku lihat 3 hari kedepan bisa mengalahkan saudara
jauhnya si Karimunjawa. Ekspektasiku memang begitu besar ketika pertama kali
menjejakkan kaki di Pulau Bawean ini, dan semoga semuanya berbanding lurus
dengan apa yang aku lihat sebenarnya nanti.
Dari pelabuhan kami
menaiki motor yang sudah kami pesan sebelumnya dari kenalan kawan yang memang
asli orang Bawean. Salah satu keberuntungan jika bisa aku bilang, karena dengan
adanya orang lokal akan lebih mempermudah semua untuk mendapatkan info tentang
Bawean yang belum aku kenal sebelumnya. Apalagi dia mempunyai sebuah penginapan
yang berada tak jauh dari Pelabuhan. Sudah dapat dipastikan aku dan rombongan
kawan kawan yang datang mendapatkan harga spesial.
Senja Hotel namanya,
tak terlalu besar memang namun sudah cukup mewah bagi kami saat itu dan lebih
dari cukup. Setelah beristirahat sejenak sembari mengisi perut kami pun tak
ingin membuang waktu. Aku, bersama 10 orang kawanku yang lain segera memacu
kendaraan menuju destinasi pertama kami “Penangkaran Rusa” yang berada di
sebelah barat Pulau Bawean.
Tak banyak penunjuk arah yang dapat ditemui sepanjang perjalanan, bagi orang awam kemungkinan untuk salah arah sangat besar maka dari itu bertanya adalah salah satu hal wajib ataupun mengajak seorang Guide lokal untuk menemani perjalanan. Seperti kami pada saat itu kami ditemani orang lokal bernama Mas Kaha. Dia ini sangat paham destinasi mana saja yang wajib untuk kami kunjungi di Bawean, oleh karena itu selama di Bawean kami semua hanya menguntit di belakangnya saja.
Tak banyak penunjuk arah yang dapat ditemui sepanjang perjalanan, bagi orang awam kemungkinan untuk salah arah sangat besar maka dari itu bertanya adalah salah satu hal wajib ataupun mengajak seorang Guide lokal untuk menemani perjalanan. Seperti kami pada saat itu kami ditemani orang lokal bernama Mas Kaha. Dia ini sangat paham destinasi mana saja yang wajib untuk kami kunjungi di Bawean, oleh karena itu selama di Bawean kami semua hanya menguntit di belakangnya saja.
Penangkaran Rusa Bawean
“Sebenarnya saat ini
kami tutup penangkaran ini untuk pengunjung mas, diluar sana kan sudah kami
tutup juga pagarnya”… Ujar seorang penjaga yang sedang bertugas menemui kami.
Memang diluar tadi
kami tetap nekat untuk masuk walaupun terdapat sebuah plang bambu dan
bertuliskan “Penangkaran Rusa Tutup”. Sudah jauh jauh datang, sekedar menengok
saja kenapa tidak boleh, begitulah pemikiran kami berpendapat.
“Maaf pak, kami sudah
masuk tanpa izin.. kami datang kesini dari Surabaya karena penasaran seperti
apa Rusa endemic yang ada di Bawean ini”… aku sedikit mengutarakan argumentasi
saat itu.
“Kami tutup karena
saat ini sedang ada 4 Rusa yang kami rehabilitasi sebelum dilepas liarkan mas,
mereka butuh ketenangan, oleh karena itu kami larang pengunjung untuk masuk…
tapi karena sudah terlanjur disini, silahkan mas masnya melihat rusa tapi di
Kandang yang belakang sana ya, tapi pelan pelan dan jangan membuat kegaduhan”
“Baik pakk…” serempak
kawan kawan menimpalinya
Melihat yang lain
mulai melangkah mendekati kandang rusa bagian belakang. Aku tetap berbincang
bincang dengan para penjaga penangkaran ini. Ingin mengetahui lebih jauh
tentang Rusa Bawean langsung dari orang yang menjaga mereka.
“Rusa Bawean ini adalah
hewan endemik di Bawean sini mas, jumlah yang hidup liar saat ini sangat
sedikit, maka dari itu kami membantu perkembangan rusa dengan menangkarkannya
disini”
“Selain rusa di Bawean
ini juga ada Babi Kutil dan Elang yang endemik dan hanya bisa ditemui disini.
Bawean ini statusnya adalah Cagar Alam mas, jadi sebenarnya tak semua orang
bisa masuk kesini, harus ada izin khusus. Tapi makin kesini Bawean semakin ramai
oleh wisatawan, pemerintah pun melihat ini sebagai prospek jangka panjang dan
nampaknya akan mengganti status Bawean ini sebagai pulau wisata mas”
“Dalam hati kami tidak
apa apa status berganti, namun kami ingin agar hewan hewan dan lingkungan di
Bawean ini tetap lestari dan terjaga sampai kapan pun mas, itu saja”.
Aku pun meng “Amini”
perkataan dari Bapak penjaga penangkaran ini, semoga kedepan Pulau Bawean tetap
lestari dan tak bernasip serupa dengan Cagar Alam lain di Jawa Timur yang
bernama Pulau Sempu dan belakangan di komersialisasi oleh oknum oknum terkait
untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok saja.
Penangkaran rusa ini
berada di tepat di lembahan perbukitan yang ada di pusat Pulau Bawean, berada
di ketinggian dan jauh dari perumahan warga, menjadikan tempat ini sangat cocok
untuk para rusa rusa yang membutuhkan ketenangan. Pemandangannya pun aduhai,
dari pos penjaga sini terlihat dari kejauhan birunya langit dan hijaunya
persawahan dibawah sana.
Rusa rusa yang ada di
dalam kandang pun nampak begitu terawat dengan makanan yang melimpah. Sesekali
mereka memandang kami dengan tatapan menyelidik. Seakan tak terganggu dengan
kedatangan kami para rusa pun nampak tenang meneruskan acara makan mereka. Dari
segi bentuk memang tak ada yang nampak berbeda dari rusa rusa kebanyakan, namun
yang membedakan adalah rusa yang bernama latin “Axis kuhlii” ini adalah endemik
dan tak dapat ditemukan di tempat lainnya selain di Bawean.
Penangkaran Rusa Dilihat Dari Luar |
Danau Kastoba
Selepas dari
penangkaran rusa dengan arahan Mas Kaha kami memacu motor menyusuri jalur timur
Pulau Bawean. Jalan disepanjang pulau ini begitu menyenangkan karena aspalnya
yang mulus, sepi dan pemandangannya yang aduhai. Mulai dari persawahan,
perbukitan, hutan, pantai, hingga pemukiman asli penduduk Bawean dapat kita
saksikan. Tak akan pernah membuat bosan walaupun perjalanan menuju Danau
Kastoba cukup jauh harus memakan waktu 60 menit dengan perjalanan yang lancar,
bisa dibayangkan jauhnya seperti apa.
Dan lagi lagi tanpa
ada petunjuk arah sama sekali untuk menuju Danau Kastoba. Karena memang
nampaknya pemerintah Kabupaten Gresik belum serius untuk membenahi Bawean
sebagai tujuan utama wisata. Atau bisa jadi terbentur karena status bawean
sendiri yang merupakan “Cagar Alam”. Sesekali harus berhenti setiap di
persimpangan jalan untuk bertanya kepada para penduduk kemana arah Danau
Kastoba yang benar, apalagi si mas Kaha jauh tertinggal dibelakang karena
sedang mencari Kapal untuk menuju Tanjung Ga’ang destinasi kami selanjutnya.
Tepat diujung jalan
yang aspalnya mulai menghilang kami sepakat untuk berhenti terlebih dahulu dan
menunggu Mas Kaha datang, daripada nanti kami tersesat lebih jauh. Setelah
beberapa menit Mas Kaha pun datang dan langsung mengajak kami menuju Danau
Kastoba. Dan benar saja jalur menuju Danau Kastoba ini sama sekali tak
terlihat, dan hampir seperti bukan destinasi wisata. Parkir sepeda motor pun
asal asalan di sebuah jalur sempit ditengah ladang yang langsung berbatasan
dengan jurang yang dalam.
Menembus Hutan |
“Dari sini kita harus
trekking melewati bukit itu sekitar 20 menit” Ujar Mas Kaha menunjuk sebuah
jalur yang membelah bukit rimbun dengan pepohonan.
Walaupun katanya hanya
20 menit perjalanan menuju Danau Kastoba tak bisa dikatakan mudah, apalagi bagi
kawan kawan yang jarang berolahraga. Karena jalanan cukup menanjak, keringat
pun tak bisa ditahan untuk tak jatuh membasahi kening. Namun pepohonan yang
cukup rapat cukup mengobati rasa lelah kita saat itu, angin yang berhembus pun cukup sejuk.
Berjalan dan berjalan akhirnya dari rerimbunan pohon Danau Kastoba pun menampakkan wujudnya. Airnya yang hijau sangat menyegarkan untuk dipandang. Perbukitan yang mengelilinginya pun sangat rapat dengan pepohonan besar. Di tepian danau terdapat sebuah pondokan kecil yang berada tepat dibawah pohon besar nan rindang. Sebuah perpaduan sederhana namun terkesan membuat pemandangan yang ada semakin menakjubkan. Danau Kastoba nampak masih sangat alami dan asri. Terbukti dengan beragamnya satwa yang mendiaminya. Seperti biawak yang berseliweran di bebatuan pinggir danau, hingga ratusan kepiting yang seakan tak terganggu dengan kedatangan kami kala itu.
Biawak Penghuni Danau Kastoba |
“Beberapa tahun yang
lalu itu ada orang dari Bandung mas, tenggelam di tengah sana” sambil menunjuk
sudut kejadian itu dahulu.
“Kata temannya yang
selamat, ketika berenang tiba tiba secara tidak sadar mereka ada di tengah
danau, pas mau balik ke pinggir seperti berat sekali, akhirnya tenggelam dan
meninggal dulu itu mas”
“Kejadian 2 kali mas,
tapi waktunya berbeda, dan yang aneh jasadnya gak ditemukan disini mas tapi
yang satu di sungai dan satu lagi di laut sana” ujar bapak satu menimpali.
Mendengar cerita itu
pikiran ngeri langsung menghinggapi dan secara spontan langsung berteriak ke
kawan kawanku yang lagi asik bermain air di pinggiran danau agar tak berenang
terlalu ke tengah.
“Awas ojo renang adoh
adoh, Bahayaa!!” teriakku kepada mereka
“Ayoo mas ikut renang
sin, airnya seger!!” Ajak Mas Kaha dikejauhan.
“Enggak deh mas, lagi
capek..!!” sahutku lagi, padahal bukan karena capek, melainkan sudah terlanjur
ngeri membayangkan cerita dari bapak bapak tadi. Memang Danau ini indah namun
aura mistisnya begitu terasa.
Hampir satu jam
lamanya kami menikmati suasana di Danau Kastoba ini dan setelah dirasa cukup
aku dan kawan kawan lain segera berkemas untuk kembali menjelajah tempat lain
di Pulau Bawean. Namun sebelum beranjak pergi kami sempatkan untuk memotret
foto dengan latar belakang danau yang terakhir kalinya.
Setelah jepretan foto satu persatu kawan kawan mulai melangkah meninggalkan tepian danau. Aku menjadi yang terakhir meninggalkan danau karena masih sibuk merapikan perlengkapan fotografi yang aku bawa. Dan tiba tiba angin berhembus pelan dan bulu kuduk tiba tiba berdiri. Perasaan sudah tak karuan, aku pun berlari mengejar kawan kawan.
Setelah jepretan foto satu persatu kawan kawan mulai melangkah meninggalkan tepian danau. Aku menjadi yang terakhir meninggalkan danau karena masih sibuk merapikan perlengkapan fotografi yang aku bawa. Dan tiba tiba angin berhembus pelan dan bulu kuduk tiba tiba berdiri. Perasaan sudah tak karuan, aku pun berlari mengejar kawan kawan.
Dalam perjalanan turun
menuju tempat parkir kendaraan aku bergumam dalam hati jika penangkaran rusa
dan danau kastoba ini menjadi sebuah pembuka cerita yang mengasikkan tentang
Pulau Bawean. Ekspektasi awalku ketika pertama menjejakkan kaki di Pulau ini
seakan satu persatu dijawab dan memberiku pelajaran lebih tentang Bawean. Dan begitu
pula dengan destinasi selanjutnya, yang kali ini bisa aku tebak akan banyak
cerita seru nantinya.
(Bersambung)
(Bersambung)
1 komentar
Mantap maa
ReplyDelete