Setelah sehari
sebelumnya kami puas menjelajah daratan Pulau Bawean mulai dari Penangkaran
Rusa, Danau Kastoba, hingga bermain “Cliff Jumping” di Tanjung Ga’ang. Kini
saatnya kami melihat lebih dalam keindahan lautan yang ditawarkan di Pulau
Bawean. Tepatnya di Gili Noko yang banyak disebut sebut orang sebagai salah
satu surga yang ada di Bawean.
Berbeda dari hari
pertama yang kami melakukan perjalanan kearah barat Pulau Bawean, hari ini kami
menuju kearah Timur dimana pelabuhan penyeberangan menuju Pulau Gili Noko
Berada. Dari kota Sangkapura berjarak 30 menit saja berkendara motor melalui
jalur aspal mulus yang membentang.
Dari pelabuhan kecil
ini kami menyewa sebuah kapal kayu kecil yang dapat menampung sebanyak 15 orang
dengan harga 500 ribu untuk seharian penuh. Disini pun terdapat tempat
persewaan alat snorkelling dengan harga 50 ribu seharian. Pelabuhan ini selain
sebagai gerbang masuk wisata menuju Gili Noko ternyata juga menjadi pelabuhan
penyeberangan untuk warga warga Bawean yang akan menyeberang ke Gili Noko,
begitu juga sebaliknya.
Ombak pagi itu sangat
tenang tanpa ada gelombang sedikitpun. Angin pun nampak berembus cukup pelan
namun masih cukup menyejukkan. Perahu kecil kami pun melaju tanpa hambatan
mendekat menuju Pulau Gili Noko. Memanfaatkan waktu aku yang duduk diburitan
perahu langsung mengajak ngobrol sang juru mudi bernama Mas Rahmad.
“Saya dulu pernah
ngantar Si Hamish Daud dan Vicky Notonegoro lho pas mereka disini” Celetuk Mas
Rahmad sang juru mudi perahu kami saat itu di sela sela obrolan.
“Ahhh masaaa…!!”
cibirku tak percaya menanggapi omongannya.
“Iya mass…dulu pas
acara mtma kesini, mereka pada mau diving, mereka sewa kapalku ini mas…!”
“Mana fotonya coba?”
sergapku kembali tak percaya
“Yahh dulu punya hape
tapi gak ada kameranya mas…!” Sembari membuang muka menyesali keadaannya
dahulu.
“Iyaa iyaaa mas, aku
percaya kok…hahahaha, bercanda aja sih tadi”
“Kalau begitu anterin
kami ke tempat terindah yang pernah mereka singgahi disini ya mas…!!! Seruku
bersemangat.
“Siapppp
laksanakan…!!!” Bibir kecilnya terkembang diantara wajah hitam terbakar sinar
matahari itu.
Air begitu tenang,
ombak hanyak berkecipak lembut disekitaran perahu, pantulan sinar matahari
nampak begitu dapat langsung masuk ke dasar lautan karena air yang begitu
jernihnya. Dari atas perahu saja kita sudah dapat melihat bagaimana indahnya
karang karang yang ada di dasar.
3 – 5 meter saja
kedalaman di spot sekitar Gili Noko ini. Melihat begitu jernihnya air disini
kami pun seakan tak sabar untuk segera melompat kedalam air. Setelah masker dan
snorkel terpasang dengan baik aku pun mencoba melompat untuk yang pertama.
Dan benar saja, dalam
sekali selam aku sudah dapat melihat indahnya karang karang yang ada spot Gili
Noko ini. Karang karang beragam ukuran nampak tersebar tak bercelah di dasar
lautan ini. Kumpulan ikan ikan nampak bergerombol disekitar karang untuk
mencari makan. Dan bisa dipastikan jika keadaan karang disini masih terjaga
dengan baik.
“Kami penduduk Gili
Noko sekarang mulai sadar dengan keberadaan karang karang disini mas..”
“Dulu banyak nelayan
yang memakai potas dan bom, tapi setelah itu karang rusak dan ikan pun banyak
yang hilang mas, maka dari itu sejak puluhan tahun lalu kami pun sadar dan
mulai menjaga karang karang disini…” sedikit cerita dari Mas Rahmad.
Senang rasanya
mendengar cerita dari Mas Rahmad apalagi ditambah dengan kecantikan bawah air
yang bisa aku nikmati langsung.
Setelah puas di spot
pertama kami kemudian menuju ke Spot kedua yang berjarak sedikit menjauh dari
pulau dan langsung bertatapan dengan lautan lepas. Ombak pun nampak sedikit
lebih besar namun masih dalam kategori aman untuk snorkelling.
“Disini jenis karang
karangnya berbeda dari yang spot pertama tadi mas, tapi sebagian ada yang mati
karena terpaan ombak besar disana”
“Oke mas, aku coba
kedalam dan lihat yaa…, semoga bagus” timpalku
Setelah aku mencoba
masuk kedalam dan sedikit berkeliling memang benar karang karang di spot kedua
ini mempunyai ukuran yang lebih besar dibandingkan spot pertama. Namun disini
karang yang ada nampak banyak yang mati dan patah ditambah di beberapa sudut
bisa dengan mudah aku temui sampah plastik.
Perasaan senang yang
tadi ada kini menguap begitu melihat sampah plastik yang mengambang ngambang
tepat di depan muka. Kenapa diperairan terpencil seperti ini masih mudah
ditemui sampah plastik? apa semua ini dari kota kota diseberang nun jauh
disana? Dan kenapa sebaran sampah plastik di lautan begitu massif hingga sampai
di pulau pulau terpencil seperti Bawean ini?
Puluhan pertanyaan
hinggap di kepala. Ingin aku bersihkan dan bawa sampah sampah ini semua agar
lautan ini bersih. Namun nampaknya aku dan kawan kawan tak sanggup untuk
membersihkan banyaknya sampah di lautan lepas ini. Aku hanya bisa menghimbau
kepada kalian semua agar mempunyai kepedulian terhadap lingkungan untuk tak
membuang sampah sembarangan. Dari hal hal kecil pasti akan mempunyai dampak
yang luar biasa. Stop buang sampah sembarangan dan kurangi penggunaan sampah
plastik.
Sampah Plastik |
***
Setelah puas bermain
main di dalam air perut pun terasa keroncongan, tanda minta untuk di isi
kembali. Kami pun memutuskan untuk pergi ke Pulau Gili. Karena dari penuturan
Mas rahmad, disana tersedia beberapa warung yang menyediakan menu seafood
dengan harga terjangkau.
Begitu perahu merapat
di dermaga aku dan kawan kawan langsung diantar Mas Rahmad menuju warung makan
yang dimaksud. Dan benar saja disana tersedia bermacam macam ikan, kepiting,
bahkan lobster. Bagi para pecinta makanan seafood tempat ini bagaikan surga,
bisa bisa khilaf melihat ini semua, apalagi harga yang ditawarkan cukup murah. Sekilo
kepiting bakau seharga 60 ribu/kg, dan yang fantastis adalah lobster jumbo yang
hanya 200 – 300 ribu saja bandingkan dengan harga di Kota Surabaya yang dengan
ukuran sama bisa seharga 1 juta lebih. Dan akhirnya kami pun memesan beberapa
lobster, kepiting, dan ikan. Sungguh bahagia bisa makan besar dengan harga
murah di tempat seindah Pulau Gili ini.
Dari Pulau Gili kita
sudah dapat melihat dengan jelas Pulau Noko yang berpasir putih diseberang
sana. Pasir putihnya terhampar luas dan memanjang hingga hampir menyatu dengan
Pulau Gili. Namun kata Mas Rahmad masih perlu bantuan perahu untuk kesana
karena air laut masih sedikit pasang.
Setelah matahari mulai
condong ke barat kami pun segera merapat ke Pulau Noko. Kali ini perahu
dinahkodai Bapak pemilik warung makan yang ternyata bapak kandung dari Mas
Rahmad itu sendiri, pantas saja tadi direkomendasikan ke warung bapaknya. Tapi enak
dan murah kok, recommended.
Hanya butuh 5 menit
saja untuk menyeberang ke Pulau Noko. Begitu perahu merapat di pasir putihnya
kamipun segera berlompatan. Sangat luas, putih, bersih, dan halus begitulah
persepsi awal dari Pulau Noko. Dari tempat bersandar perahu hingga tengah pulau
kita harus berjalan terlebih dahulu karena hamparan pasirnya yang terlampau
luas.
Dari Pulau Noko ini
terlihat di kejauhan Pulau Bawean yang berbukit bukit di seberang sana, dan
disebelah kanan terlihat juga Pulau Gili dengan deretan rumah yang berjajar
rapi. Tak ada pengunjung lain menjadikan pulau kecil ini bak pulau pribadi kami
sore itu. Semilir angin lembut, dan udara cerah menjadikan perpaduan sore itu
menjadi sore yang sempurna.
Menit demi menit
berjalan matahari pun mulai condong untuk terbenam. Warna warna magis pun
perlahan muncul menggantikan terik. Kami semua pun harus melangkah untuk
kembali. Ada perasaan segan untuk kembali meninggalkan semua kedamaian di Pulau
Noko. Tapi senja semakin mendorong kami untuk meninggalkan semua yang ada dan
meninggalkan harap agar semua keindahan dan keasrian di Pulau Gili, Noko, dan
Bawean tetap selalu terjaga sampai suatu saat nanti.
0 komentar